Lihat ke Halaman Asli

Merancang Kegiatan Belajar Berdasarkan Teori Kognitivisme

Diperbarui: 16 Desember 2022   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Teori Kognitivisme dicetuskan oleh Jean Piaget, seorang psikolog asal Swiss. Ia berpendapat bahwa seorang anak berpikir dengan cara yang berbeda dari orang dewasa; cara seseorang memandang dan memahami dunianya berbeda seturut dengan tingkat kematangan orang tersebut. Hal ini mendorongnya untuk melakukan penelitian dan menyusun tahapan perkembangan kognitif anak. 

Jean Piaget mengatakan bahwa tujuan utama pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang mampu melakukan hal-hal baru, bukan sekedar mengulangi apa yang telah dilakukan generasi lain-manusia kreatif, berdaya cipta, dan penemu. Tujuan kedua dari pendidikan adalah membentuk pikiran yang mampu kritis, dapat memverifikasi, dan tidak menerima serta merta semua yang ditawarkan. 

Hingga kini, pemikiran Piaget mengenai cara seseorang memahami sesuatu dan memperoleh pengetahuan masih banyak diaplikasikan di dalam kelas-kelas. Berikut adalah beberapa hal praktis yang dapat dipertimbangkan ketika guru merancang pembelajaran dalam kelas dengan mengacu kepada teori kognitivisme: 

  1. Guru hendaknya mengenalkan konsep pembelajaran baru dengan memperhatikan tahapan perkembangan kognitif anak; hal ini dikarenakan oleh ada batasan-batasan pemikiran logis seorang anak dalam memahami sebuah konsep. 

  2. Anak yang lebih muda usianya akan lebih mudah memahami sebuah konsep abstrak melalui berbagai kegiatan hands-on yang menggunakan panca indera anak dan materi konkrit yang dapat dimanipulasi anak. Oleh karenanya, akan baik jika anak usia dini memiliki waktu yang cukup untuk melakukan eksplorasi materi pembelajaran agar ia dapat menyusun pemahamannya.

  3. Pembelajaran konsep baru hendaknya dikenalkan dari tahap yang paling mudah, secara bertahap, dan dikaitkan dengan pemahaman anak yang terdahulu. Hal ini dilakukan karena anak secara perlahan membangun pemahamannya melalui proses asimilasi dan akomodasi. Apabila jarak antara pemahaman dasar anak terlalu jauh dari konsep baru yang dikenalkan, maka anak dapat merasa tidak termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar. 

  4. Pembelajaran di dalam kelas hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan anak karena setiap anak belajar dengan tempo yang berbeda-beda. Guru hendaknya siap dalam melakukan modifikasi dalam pembelajaran. Dengan melakukan pengamatan yang cermat terhadap komentar dan respon anak dalam kegiatan belajar, guru akan mendapatkan insight mengenai proses belajar anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline