Lihat ke Halaman Asli

Menguak KKN di Era Jokowi: Kasus Besar dan Tantangan Pemberantasan

Diperbarui: 29 Oktober 2024   00:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) adalah tiga hal yang terus menghantui pemerintahan di Indonesia, bahkan di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meski upaya memberantas praktik-praktik tersebut terus dilakukan, berbagai kasus yang muncul ke permukaan menunjukkan bahwa tantangan pemberantasan KKN masih sangat besar. Disini penulis membahas beberapa contoh kasus KKN di masa Jokowi, dampaknya terhadap masyarakat, serta langkah-langkah yang telah diambil pemerintah untuk menanganinya.

Sebelum masuk kedalam topik pembahasan, KKN merupakan suatu kejahatan yang di lakukan oleh penguasa yang untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu demi tujuan yang ingin dicapai dengan cara tidak benar. 

Pengertian

  • Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Indonesia sendiri melalui UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengelompokkan korupsi ke dalam 7 jenis utama. Ketujuh jenis tersebut adalah kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

  • Kolusi

Kolusi merupkan kegiatan kerja sama antara dua pihak yang memiliki tujuan tidak terpuji. Menurut kamus dari Merriam Webster tahun 1984, pengertian kolusi ialah suatu perjanjian maupun kerja sama ilegal. Di mana tujuan dari kerjasama tersebut ialah untuk menipu ataupun memperdaya pihak lain. Di Indonesia, tindakan kolusi paling sering terjadi dalam proyek pengadaan jasa serta barang tertentu yang umumnya dilakukan oleh pihak pemerintah. 

  • Nepotisme

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, dijelaskan bahwa nepotisme adalah setiap perbuatan penyelanggara negara secara melawan Hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan/atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.

KKN di Masa Pemerintahan Jokowi

  • Korupsi di Era Jokowi: Tantangan Besar bagi Pembangunan

Korupsi masih menjadi masalah utama di Indonesia, bahkan di tengah upaya pemberantasan yang gencar dilakukan. Berbagai kasus besar yang muncul dalam masa pemerintahan Jokowi melibatkan pejabat negara, anggota legislatif, dan sektor swasta. Salah satu kasus yang paling mengejutkan adalah korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19, yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara. Juliari terbukti menerima suap sebesar Rp17 miliar terkait pengadaan bansos, dan kasus ini menimbulkan kekecewaan besar di tengah masyarakat yang membutuhkan bantuan di masa pandemi.

Selain itu, kasus korupsi yang terjadi di PT Asuransi Jiwasraya juga menjadi sorotan. Korupsi yang melibatkan manipulasi investasi saham ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp16,81 triliun. Beberapa pejabat dan pihak swasta dihukum karena keterlibatan mereka dalam kasus ini. Kasus Jiwasraya menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap perusahaan asuransi negara, yang akhirnya merugikan ribuan nasabah dan mencederai kepercayaan publik.

  • Kolusi dalam Proyek Infrastruktur: Praktik yang Sulit Dihindari

Di era Jokowi, pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama pemerintah. Meski demikian, proyek-proyek besar ini tidak sepenuhnya terbebas dari praktik kolusi. Salah satu contoh adalah proyek Jalan Tol Trans-Sumatera, yang dikabarkan melibatkan kolusi antara kontraktor dan pejabat terkait. Dalam kasus seperti ini, kontraktor tertentu mendapat prioritas tanpa proses seleksi yang transparan, sehingga membuka peluang bagi praktik kolusi.

Sistem tender berbasis elektronik seperti e-tendering dan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) telah diperkenalkan untuk meningkatkan transparansi. Namun, kasus-kasus kolusi yang tetap terjadi menunjukkan bahwa ada ruang untuk perbaikan lebih lanjut dalam pengawasan proses pengadaan barang dan jasa pemerintah.

  • Nepotisme di Lingkungan Pemerintahan Daerah: Kendala Meritokrasi

Nepotisme atau pengangkatan kerabat dalam jabatan pemerintahan sering kali menjadi hambatan dalam penerapan prinsip meritokrasi. Salah satu contoh kasus yang mendapat perhatian publik adalah di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, di mana Bupati Klaten saat itu, Sri Hartini, terbukti menerima suap terkait pengisian jabatan di pemerintahan kabupaten. Kasus ini menimbulkan protes karena menunjukkan bahwa pengisian jabatan di daerah masih banyak didasarkan pada kedekatan pribadi ketimbang kompetensi.

Meski Presiden Jokowi berkomitmen terhadap meritokrasi, banyak kepala daerah yang masih mempertahankan praktik nepotisme dalam penunjukan pejabat lokal. Hal ini menyebabkan rendahnya efektivitas birokrasi dan memicu ketidakpuasan masyarakat.

  • Kasus Besar Lainnya: e-KTP dan Korupsi Sumber Daya Alam di Papua

Selain kasus bansos dan Jiwasraya, korupsi pengadaan e-KTP juga menjadi salah satu skandal terbesar di Indonesia, dengan kerugian negara mencapai Rp2,3 triliun. Skandal ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi, termasuk mantan Ketua DPR Setya Novanto, yang kemudian dijatuhi hukuman penjara. Meskipun kasus ini mulai terungkap sebelum masa Jokowi, upaya penyelesaiannya berlanjut selama kepemimpinannya.

Sementara itu, di Papua, korupsi sumber daya alam juga menjadi tantangan besar. Gubernur Papua Lukas Enembe tersandung kasus suap terkait proyek-proyek infrastruktur di Papua yang semestinya digunakan untuk pembangunan. Kasus ini memperlihatkan bagaimana korupsi berdampak negatif terhadap masyarakat yang seharusnya menerima manfaat dari proyek pembangunan di wilayahnya.

Upaya Pemerintah dalam Memberantas KKN

Di tengah berbagai tantangan ini, pemerintah Jokowi tetap berkomitmen dalam memberantas KKN melalui berbagai cara:

  • Penguatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Meskipun mengalami perubahan undang-undang yang menuai pro-kontra, KPK masih menjadi garda depan pemberantasan korupsi. KPK terus melakukan operasi tangkap tangan (OTT) untuk menindak pelaku korupsi, termasuk pejabat tinggi.

  • Implementasi e-Government

Untuk meningkatkan transparansi, pemerintah memperkenalkan sistem digital dalam pelayanan publik dan pengadaan barang dan jasa. Langkah ini bertujuan meminimalkan kontak langsung antara pejabat dan masyarakat, sehingga mengurangi potensi korupsi.

  • Perbaikan Regulasi

Pemerintah berupaya memperbarui peraturan untuk mempersempit celah KKN, seperti pengetatan aturan pengadaan dan seleksi pejabat yang berbasis merit.

  • Sosialisasi dan Pendidikan Anti-Korupsi

Melibatkan masyarakat dalam pendidikan dan sosialisasi anti-korupsi sangat penting untuk membangun budaya antikorupsi yang berkelanjutan.

Kesimpulan

Kasus-kasus KKN di era Jokowi menunjukkan bahwa persoalan ini masih menjadi tantangan besar bagi pemerintahan dan masyarakat. Meski berbagai upaya telah dilakukan, praktik KKN masih menghambat pembangunan dan mencederai kepercayaan publik. Dengan kerja sama seluruh elemen masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam penegakan hukum, pemberantasan KKN yang efektif dapat diwujudkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline