Ini kabar baik atau buruk ya?? tergantung dari sisi kotak yang sebelah mana kita melihat. Sisi dimana kita bisa mendapatkan inspirasi dari sebuah tayangan yang kita tonton hampir 3 kali sehari, atau sisi dimana tayangan tersebut menjadi ajang untuk kita menggunjing orang?
Saya pernah mengobrolkan masalah ini dengan teman-teman saya. Dan hasilnya, semua sepakat kalau infotainment sebisa mungkin harus dihilangkan jika tetap menganut paham 'dobrak pintu' - membuka semua kehidupan orang tanpa permisif. Tapi, terbesit satu pertanyaan nakal dari benak saya 'Benarkah mereka sama sekali tidak minta ijin public figure (PF) yang diblow up? Apa tidak mungkin para PF itu memang sengaja mencari sensasi dengan membuat aib di kehidupannya?'
Su'udzon, sepertinya kata itu yang tepat menggambarkan infotainment saat ini. Dipenuhi prasangka-prasangka buruk tentang seseorang. Seseorang yang mungkin satu detik lalu kita agung-agungkan. Dan satu menit kemudian kita hujat habis-habisan.
Hujat-menghujat inilah yang membuat Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) 'akhirnya' bergerak (bahkan, sempat saya pikir tidak akan pernah bertindak). Mereka mencoba membantu masyarakat Indonesia yang menonton TVnya kurang tebang pilih dengan membuat rancangan peraturan untuk seluruh tayangan infotainment harus melalui Lembaga Sensor Indonesia (LSI). Kriteria sensor seperti apa, kita masih menunggu informasinya. Namun, yang terpenting adalah konsistensi. Karena dimana-mana, terlebih di negara kita tercinta, yang namanya konsisten sudah langka. Plin-plan sudah membudaya...