Film produksi Lotte Entertainment yang dirilis tanggal 21 September 2017 telah menduduki puncak box office Korea Selatan hanya dalam dua hari setelah penayangannya. Sayangnya film ini tidak tayang di bioskop Indonesia.
I Can Speak, film yang berdasarkan peristiwa sebenarnya ini bercerita tentang seorang Pegawi Negeri Sipil, Park Min Jae (Lee Je Hoon) yang dipindah tugaskan ke wilayah baru di Seoul bagian pelayanan publik dan seorang nenek yang bekerja sebagai penjahit, Na Ok Boon (Na Moon Hee).
Nenek Ok Boon setiap hari selalu mendatangi kantor Park Min Jae untuk membuat pengaduan atas kejadian-kejadian yang ditemui di sekitarnya. Pegawai lama yang sudah mengetahui kebiasaan si nenek banyak yang tidak mau menghadapi nenek Ok Boon dan menugaskan Min Jae untuk menerima seluruh komplain dari sang nenek.
Sementara itu, nenek Ok Boon juga mempelajari bahasa Inggris dan dia menemukan kalau Park Min Jae mahir berbahasa Inggris dan meminta tolong untuk membantu mengajarinya agar bisa fasih berbicara dalam bahasa Inggris. Alasan yang disampaikan nenek Ok Boon untuk bisa berbicara bahasa Inggris yaitu agar bisa bicara dengan adiknya yang telah lama tinggal di Amerika dan adiknya itu tidak bisa bicara bahasa Korea.
Saat baca sinopsisnya, awalnya saya kira film ini hanya akan bercerita tentang bagaimana hubungan seorang pemuda dan nenek yang tentunya berbeda generasi ini ketika belajar bahasa Inggris dan belum tahu jika film ini berdasarkan kisah sebenarnya. Tetapi saat melihat banyaknya penghargaan yang didapat serta rating yang bagus membuat saya penasaran dengan filmnya.
Benar saja, muncul plot twist yang tidak terduga dari film ini yang terletak pada alasan lain nenek Ok Boon mempelajari bahasa Inggris. Ternyata saat usia 13 tahun, nenek Ok Boon dan gadis lainnya dipaksa dan diancam jadi budak seks tentara Jepang saat perang dunia ke dua. Pada akhirnya film ini menceritakan sejarah dengan topik yang lebih mendalam dan menciptakan emosi lain bagi penonton.
Nenek Ok Boon memberikan pernyataan di Kongres Amerika tahun 2007 melalui HR121 dengan kesaksian dan pesan yang menyentuh serta mengharukan. Saya yang cengeng pun ikut terbawa suasana hingga mengeluarkan air mata.
Pesan yang disampaikan nenek Ok Boon begitu mengena, ia sungguh-sungguh ingin belajar bahasa Inggris agar dapat memberitahukan kepada dunia tentang yang terjadi selama masa PD II dan mungkin belum banyak yang mengetahui tentang isu wanita penghibur tersebut.
Dia mau memberikan kesaksian agar pemerintah Jepang yang menolak meminta maaf pada wanita penghibur, secara formal mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada seluruh wanita penghibur yang masa kecilnya sudah direnggut dan menderita selama hidupnya. Ia juga meminta agar selalu mengingat sejarah kelam tersebut agar tidak terulang lagi.
Film ini memberikan keadilan untuk mereka yang mengalami penyiksaan fisik dan mental yang ditanggung selama hidupnya. Tidak mudah membuka diri untuk menyampaikan kejadian yang sebenarnya. Hal ini pun digambarkan pada ibu Ok Boon yang memintanya untuk menyembunyikan dan tetap diam. Namun pada akhirnya Ok Boon menyesal dan sadar bahwa seharusnya ia berbicara tentang hal itu lebih cepat.
Saat itu, saya menyadari pesan yang ingin disampaikan sutradara Kim Hyun Seok melalui judul filmnya yang bukan sekedar tentang "Saya bisa bicara bahasa Inggris" tetapi "saya ingin menyampaikan sesuatu" saya bisa bicara tentang apa yang terjadi dan yang diyakini benar, berusaha bangkit, berjuang, dan memberi kekuatan untuk generasi berikutnya.