Pada 11 April 2022, mahasiswa yang tergabung di dalam Badan Eksekutis Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) turun ke jalan. Demonstrasi mahasiswa juga berlanjut sampai dengan 21 April 2022.
Dalam demonstrasinya, mahasiswa tersebut menyampaikan tuntutan menolak wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan Presiden.
Menurut mahasiswa, penundaan pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak sesuai dengan Konstitusi. Di dalam UUD 1945 telah diatur masa jabatan presiden itu hanya dua periode. Wacana perpanjangan Presiden tiga periode dipandang tidak sesuai dengan Konstitusi.
Demonstrasi yang dilakukan oleh masasiswa saat ini harus diberi apresiasi karena mahasiswa telah memberikan suatu proses pembelajaran demokrasi kepada rakyat Indonesia. Demonstrasi mahasiswa tersebut menunjukan mahasiswa memiliki sensivitas yang tinggi untuk melihat realita politik kekuasaan di negeri ini.
Gerakan Mahasiswa Sebagai Kelompok Penekan Di Tengah Oposisi Yang Melemah
Demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa tersebut dapat dilihat dari perspektif teoritis kelompok penekan (pressure group) dalam politik demokrasi.
Dalam dua kali pemilihan presiden, masyarakat terbelah antara pendukung Jokowidodo dan Prabowo. Yang keluar sebagai pemenang dalam pemilihan tersebut adalah Jokowidodo.
Pendukung Presiden Jokowidodo akan mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh Presiden. Sedangkan yang mendukung Prabowo akan menolak dan mengkritisi semua kebijakan Presiden Jokowidodo.
Dalam konteks demokrasi, kondisi seperti ini belum dapat menghadirkan diskursus demokrasi di ruang publik yang akan melatih warga negaranya berdialog secara objektiv dan kritis terhadap penyelenggaraan kekuasaan. Semuanya terjebak dengan subjektivitas terhadap pilihan sendiri.
Presiden Jokowidodo mempunyai keunggulan dalam membangun koalisi yang begitu kuat baik pada periode pertama maupun yang kedua. Partai yang kalah pun dirangkul oleh Presiden Jokowidodo ke dalam koalisi. Hampir tidak ada partai oposisi yang kuat, yang bertindak sebagai partai penyeimbang guna mengkritisi kebijakan Presiden.
Partai-partai yang kalah dalam pemilihan presiden sangat diharapkan menjadi partai oposisi yang berperan sebagai oposan terhadap kekuasaan. Tetapi itu tidak muncul karena partai-partai yang kalah malah tergelincir ke dalam kepentingan politik.