Maraknya kasus pelecehan seksual mewarnai pemberitaan di media sosial belakangan ini merupakan sebuah fenomena yang sangat miris. Kasus ini seolah seperti efek gunung es yang dianggap enteng sebelah mata dan terkesan dipermaklumkan.
Perilaku melecehkan secara seksual merupakan suatu kejahatan kemanusiaan yang seharusnya tidak boleh ditolerir dan harus dicegah sejak dini.
Setiap lapisan masyarakat harus bertanggungjawab dalam menjaga generasi bangsa yang ke depannya menjadi tonggak perjuangan atas eksistensi keberlangsungan suatu negara. Betapa tidak, kasus pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja dan kapan saja.
Seperti kasus yang dialami oleh seorang anak di Gresik beberapa waktu lalu, di mana seorang anak laki-laki dipaksa dicium oleh pria dewasa.
Kasus berikutnya juga terjadi kepada seseorang perempuan penumpang Kereta Api Argo Lawu. Dan, tentunya banyak lagi kasus pelecehan seksual lainnya yang sangat memilukan. Lantas, bagaimana negara dan kita semua perlu menyikapinya?
Lemahnya Pemahaman Pelecehan Seksual
Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) disebutkan sudah terjadi 11.345 kasus pelecehan seksual untuk tahun 2022, dan korban yang mengalami pelecehan adalah perempuan dengan temuan data sebesar 10.515 sedangkan 1.757 laki-laki.
Merujuk lebih lanjut berdasarkan jumlah kasus berdasarkan tempat kejadian, kebanyakan korban mengalami pelecehan seksual di rumah tangga dengan jumlah kasus mencapai 6.932, kemudian 2.476 pelecehan seksual terjadi di tempat lainnya, ketiga terbesar terjadi di tempat fasilitas umum sebesar 1.374, disusul dengan sekolah sebesar 391 kasus, dan tempat kerja sebesar 140 kasus.
Sementara Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat terdapat 4.500 aduan, di mana kasus Kekerasan Berbasis Gender (KGB) terhadap perempuan terjadi oleh pejabat publik, Aparatur Sipil Negara (ASN), tenaga medis, anggota TNI, dan anggota Polri.
Besarnya angka kasus tersebut, bukan hal remeh. Indonesia sudah semakin darurat atas persoalan pelecehan seksual bahkan kekerasan seksual. Dan, sebagian besar masyarakat bahkan aparatur penegak hukum masih memiliki pemahaman yang minim dalam menyikapi kondisi yang demikian.