Saat baru ditunjuk sebagai manajer AS Monaco pada 13 Oktober lalu, Thierry Henry langsung meninggalkan pos pekerjaannya terdahulu sebagai pandit di Sky Sports. Tentu saja ada perbandingan dan harapan bahwa Henry akan bisa mengikuti rekan-rekannya sesame mantan pemain tim nasional Prancis seperti Zinedine Zidane, Didier Deschamps, dan Laurent Blanc yang telah lebih dahulu sukses berkarir sebagai pelatih.
Sebagai seseorang yang baru saja memasuki dunia kepelatihan, sebenarnya modal awal Henry cukup lumayan dengan menjadi asisten Roberto Martinez di tim nasional Belgia pada Piala Dunia 2018 lalu. Hasilnya pun juga cukup moncer: Belgia berhasil menembus semifinal sebelum akhirnya dikalahkan oleh Prancis yang keluar sebagai juara dunia, dan berhasil merebut tempat ketiga terbaik setelah mengalahkan Inggris.
Tetapi sebagai nahkoda utama Les Monegasques saat ini, Henry ternyata masih belum mampu menunjukkan kemampuan taktikalnya untuk mendongkrak performa Monaco yang masih berada di posisi ke-19 dengan poin 7 dan hanya berbeda selisih gol dengan tim juru kunci, Guingamp. Bahkan dari pertandingan debut manajerial Henry hingga saat ini di seluruh kompetisi, Monaco belum mampu meraih satu kemenangan sama sekali. Bahkan saat ini, Monaco terancam tidak lolos ke Europa League setelah midweek lalu dihancurkan 0-4 oleh Club Brugge di kandang sendiri.
Monaco memang memiliki masalah dalam di seluruh sektor sejak awal musim. Secara statistik semenjak Henry menjabat, baru 4 gol yang dihasilkan dari total 53 shots. Jika dirunut lebih jauh ke belakang sejak awal musim di liga domestik saja, Monaco hanya memiliki tingkat konversi shots sebesar 8% dan tingkat akurasi shots sebesar 38,2%. Bandingkan dengan sang pemuncak klasemen, Paris Saint-Germain, yang memiliki tingkat konversi shots sebesar 23,7% dan tingkat akurasi shots sebesar 58,8% dengan catatan 45 gol yang telah dicetak.
Lini belakang Monaco juga tidak banyak menutupi kekurangan mereka di depan, dengan telah kebobolan 32 gol di seluruh kompetisi. Catatan clean sheet terakhir mereka juga didapat Agustus lalu, ketika bermain tanpa gol menghadapi Lille. Juga rekor kedisiplinan mereka yang buruk sebagai kompensasi mereka bermain agresif, jelas tidak banyak membantu. Sebagai contoh, Samuel Grandsir hanya berada di lapangan selama 2 menit sebelum diusir wasit saat dikalahkan Strasbourg di pertandingan debut Henry sebagai manajer.
Tentunya hal tersebut bukanlah menjadi indikator yang baik bagi kelanjutan karier kepelatihan Henry, terlebih Monaco sendiri sedang dalam performa yang sangat buruk saat ia ditunjuk. Monaco sendiri sebenarnya bukan tempat yang tepat untuk memulai karier kepelatihan. Leonardo Jardim sendiri pernah berkata bahwa tugasnya adalah untuk permanently rebuild; hal yang tidak aneh jika mengingat fakta bahwa hampir setiap musimnya Monaco selalu "digembosi" oleh klub-klub besar di seantero Eropa.
Mulai dari era James Rodriguez, hingga yang teranyar Kylian Mbappe dan Thomas Lemar. Jika melihat lebih jauh lagi, mungkin kita juga patut mempertimbangkan cederanya beberapa pemain andalan seperti Danijel Subasic, Rony Lopes dan Aleksandr Golovin, ditambah para pemain baru yang performanya kurang maksimal seperti Nacer Chadli dan Youri Tielemans, sehingga membuat Henry tidak bisa memaksimalkan skuadnya demi mengangkat Monaco keluar dari zona degradasi.
Memang kalau boleh jujur, Henry tidak banyak memberikan ide-ide revolusioner yang bisa mengangkat performa Monaco. Jika merujuk pada press conference-nya saat ditunjuk sebagai manajer, Henry mengatakan bahwa ia mencoba unuk melakukan pendekatan yang sama dengan Pep Guardiola, manajernya saat meraih treble winners di musim 2008/09.
Namun dengan kondisi yang ada saat ini apabila tidak mampu memutarbalikkan performa Monaco setidaknya hingga akhir musim, jangankan untuk meniru Guardiola atau bahkan mengikuti jejak Zidane yang bisa memenangi juara Champions League bersama Real Madrid, untuk meniru performa manajer spesialis relegation battle seperti Sam Allardyce dan Alan Pardew saja Henry bisa jadi kesulitan. Dan apabila hal itu terjadi, mungkin gelar pelatih terburuk di Sky Sports bisa jadi akan berpindah tangan dari Gary Neville ke Thierry Henry.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H