Lihat ke Halaman Asli

Merajut Makna Hidup: Praktik Tri Hita Karana dalam Setiap Langkah Kehidupan

Diperbarui: 21 Desember 2023   15:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pxfuel

Sebagai makhluk sosial yang hidup dalam kompleksitas zaman modern, seringkali kita terperangkap dalam rutinitas sehari-hari yang penuh dengan tuntutan dan tekanan. Dalam keadaan seperti ini, penting untuk mengenang kembali dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang dapat membimbing kita menuju kehidupan yang lebih bermakna. Salah satu konsep nilai yang sangat relevan adalah Tri Hita Karana, sebuah falsafah hidup dari Bali yang mengajarkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Tri Hita Karana mengajarkan kita untuk tidak hanya hidup untuk diri sendiri, tetapi juga untuk mempertimbangkan hubungan harmonis dengan lingkungan sekitar. Dalam setiap langkah yang kita ambil, kita dapat merajut makna hidup dengan menerapkan praktik Tri Hita Karana. Tri Hita Karana merupakan konsep berbentuk filosofis yang mendalam menjadi suatu pedoman penting dalam kehidupan masyarakat Bali. Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta, dibagi menjadi tiga kata yaitu; Tri, Hita, dan Karana. 

Tri artinya tiga, Hita artinya bahagia, dan Karana artinya penyebab, sehingga jika diterjemahkan memiliki arti "tiga penyebab kebahagiaan" atau "tiga alasan untuk menciptakan kesejahteraan." Konsep ini merepresentasikan suatu keharmonisan yang harus dicapai oleh individu dan masyarakat menyangkut hubungan dengan tiga aspek utama dalam kehidupan  di dunia : hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Pertama-tama, Parhyangan mencerminkan penghargaan mendalam terhadap dimensi rohaniah.  Parhayangan memiliki arti hubungan manusia dengan Tuhan/Ida Sang Hyang Widi Wasa. Seorang manusia merupakan salah satu mahluk ciptaan yang paling sempurna oleh Tuhan, maka dari itu untuk menunjukkan rasa bersyukur/berterima kasih kepada-Nya manusia melakukan suatu bentuk puja sertaa puji kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam masyarakat Bali, mereka  mengintegrasikan aspek spiritualitas dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari. 

Terdapat berbagai macam ritual-ritual keagamaan, seperti upacara melasti dan upacara odalan, menjadi cara untuk memperkuat ikatan spiritual dengan Tuhan. Melalui puja bakti dan doa, individu Bali berusaha untuk mencapai kesadaran spiritual yang lebih tinggi, menciptakan kedamaian dalam jiwa dan keseimbangan lahir batin. Selain itu, Parhyangan pada Tri Hita Karana menekankan pentingnya menghormati dan mengikuti ajaran agama dalam tindakan sehari-hari serta menjadi landasan moral yang membimbing individu dalam menjalani kehidupan yang benar dan harmonis.

Dalam konteks Tri Hita Karana, hubungan dengan Tuhan (Parhyangan)  bukan hanya tentang memenuhi kewajiban keagamaan tetapi juga menciptakan keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika individu mencapai kesadaran spiritual, mereka menjadi lebih peka terhadap nilai-nilai moral, kasih sayang, dan keadilan. Keseimbangan ini membawa dampak positif tidak hanya dalam hubungan pribadi tetapi juga dalam kontribusi terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Kedua, yaitu "Pawongan" konsep ini mengajarkan tentang pentingnya menjaga harmoni dalam interaksi sosial dan etika antarmanusia. Pawongan menekankan nilai-nilai sosial seperti gotong royong, tenggang rasa, dan solidaritas. Hal itu dikarenakan, manusia bukanlah mahluk individu melainkan mahluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain untuk hidup. Gotong royong, atau semangat saling membantu, menjadi pondasi kuat dalam membangun komunitas yang kuat. Dalam masyarakat Bali, individu tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi, tetapi juga kepentingan bersama. Kesejahteraan individu dianggap terkait erat dengan kesejahteraan kolektif.

Selain gotong royong, tenggang rasa juga menjadi landasan penting dalam hubungan sesama manusia menurut Tri Hita Karana. Ketika seseorang mengalami kesulitan, baik secara finansial atau emosional, masyarakat sekitar akan memberikan dukungan dan bantuan. Contohnya, ketika ada warga yang mengalami musibah, seperti kebakaran rumah, masyarakat sekitar akan segera bergerak bersama untuk memberikan bantuan materi dan moral, menciptakan lingkungan yang penuh empati dan kepedulian. Konsep Pawongan juga mendorong etika dalam interaksi manusia. Konsep ini menekankan pentingnya menjaga keadilan, menghormati hak dan martabat sesama, serta mempraktikkan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, dalam hubungan bisnis, masyarakat Bali akan mengutamakan kejujuran dan keadilan agar hubungan ekonomi memberikan manfaat bagi semua pihak, bukan hanya untuk keuntungan pribadi.

Secara keseluruhan, "Pawongan" dalam Tri Hita Karana merangkul ide bahwa hubungan sosial yang sehat dan harmonis adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan bersama. Masyarakat Bali, melalui nilai-nilai seperti gotong royong, tenggang rasa, dan etika, menciptakan sebuah masyarakat yang saling mendukung dan menghargai, memperkuat esensi dari konsep Tri Hita Karana itu sendiri. Dengan memahami dan mengamalkan nilai-nilai ini, manusia dapat membangun masyarakat yang lebih berkelanjutan dan harmonis.

Kemudian yang ketiga, yakni "Palemahan" merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan lingkungan sekitar serta memelihara harmoni dengan alam. Dalam menjalani kehidupannya, tentunya manusia sangat bergantung pada lingkungan alam sekitarnya yang menyediakan tempat serta kebutuhaan hidup utama yang dibutuhkan manusia seperti oksigen untuk bernapas. Karena hal itulah, manusia harus memeliharan hubungan baik dengan alam lingkungan dengan menjaga serta merawatnya. 

Palemahan juga mencerminkan kesadaran bahwa manusia adalah bagian integral dari ekosistem dan bahwa tindakan kita memiliki dampak langsung pada keberlanjutan lingkungan. Salah satu contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan prinsip palemahan adalah sistem pertanian Subak di Bali. Subak bukan hanya sekadar sistem irigasi, tetapi juga menciptakan model agraris berkelanjutan yang memahami dan menghormati siklus alam. Petani Subak memahami pentingnya menjaga keseimbangan antara air, tanah, dan tanaman untuk memastikan hasil panen yang berkelanjutan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline