Tradisi sapparan atau slametan sapparan yang menjadi tradisi masyarakat Probolinggo yang biasanya digelar setiap satu tahun sekali dan lebih tepatnya lagi pada bulan sofar.
Tradisi sapparan ini sudah menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyang yang masih menjadi tradisi hingga saat ini. Tradisi ini merupakan tradisi keagamaan yang menyambut bulan safar dan warga berdatangan ke masjid untu melakukan doa bersama dimasjid atau musholla dengan membawa tajin sappar.
Tajin sappar ini memiliki ciri khas dan filosofi tertentu, yang dimana merah pada tajin tersebut melambangkan pada warna darah seorang ibu yang sudah melahirkan anak atau manusia kedunia ini.
Sedangkan bulat-bulat (Plokkor) ini melambangkan embrio sedangkan warna putih atau santan ini melambangkan pada sperma laki-laki atau air mani seorang ayah.
Maka dengan demikian, hal ini memberikan pengertian atau makna bahwa kita sebagai manusia harus selalu ingat awal penciptaannya supaya tidak bersikap sombong dan harus saling mengasihi atau saling tolong menolong sesama manusia sebagai makhluk ciptaan Allah SWT.
Berdasarkan sejarahnya, yang menjadi penggagas pertama tradisi sapparan ini yakni Sunan Kalijaga. Tujuan dari tradisi ini yakni untuk menjaga tali silaturahmi antar warga yang satu dengan yang lainnya. Selain itu nilai sosial juga terkandung dalam tradisi tersebut karena tidak hanya melakukan doa bersama, namun juga membagikan tajin tersebut kepada saudara, kerabat dekat ataupun jauh.
Selain tradisi sapparan, ada juga tradisi yang unik di probolinggo yaitu tradisi bibibi atau petolekoran. Dimana tradisi ini dilaksanakan pada bulan ramadan saja dan lebih tepatnya lagi pada hari ke 27 puasa. Tradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat probolinggo setiap tahunnya.
Disebut tradisi bibibi, karena dulu anak-anak kecil itu memanggil wanita atau ibu tetangga itu dengan sebutan bibi, jadi tradisi ini disebut sebagai bibibi. Tradisi bibibi ini merupakan tradisi yang memberikan sebagian rejeki kita atau bersedekah kepada anak kecil. Tradisi bibibi ini biasanya memberikan makanan, minuman dan juga uang kepada anak kecil.
Meskipun pemberiannya tidak seberapa, namun anak-anak pasti merasa bahagia dan ceria. Pesan moral dari tradisi ini adalah untuk saling menjaga satu sama lain, sesama tetangga dan mempererat hubungan antar warga. Selain itu, tradisi ini mengajarkan anak-anak untuk selalu bersedekah.