Ruang lingkup dapat diartikan sebagai batasan atau cakupan suatu pembahasan. Dalam konteks retorika, ruang lingkup mengacu pada batasan subjek yang dipelajari, meliputi definisi, materi, unsur, tujuan, komponen, dan hubungannya dengan ilmu lain. Selain itu, ruang lingkup retorika juga mencakup pembahasan tentang pembicara, pesan, dan pendengar.
Retorika mencakup seluruh proses komunikasi yang terjadi antara pembicara dan pendengar, baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (tatap maya). Komunikasi ini dapat berlangsung secara verbal (lisan dan tulisan) dan nonverbal (bahasa tubuh dan gerakan tubuh).
Retorika bisa didefinisikan dalam pengertian sempit maupun luas. Dalam pengertian sempit, retorika adalah seni atau kecakapan berbicara. Secara luas, retorika mencakup seni, keterampilan, pengetahuan, dan ilmu dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, serta mencakup penggunaan bahasa dan gerakan tubuh.
Dalam pengertian sempit, retorika berkaitan dengan tata bahasa, logika, dan dialektika yang digunakan oleh pembicara untuk berkomunikasi dengan pendengar. Dalam pengertian yang lebih luas, retorika mencakup lebih dari sekadar pidato atau ceramah, tetapi melibatkan seluruh aspek komunikasi yang terus berkembang. Dalam konteks ini, retorika dianggap sebagai bagian dari warisan budaya.
Retorika memiliki sifat ilmiah yang mencakup unsur-unsur empiris, sistematis, analitis, objektif, verifikatif, kritis, dan logis. Sifat-sifat ilmiah ini digunakan untuk mencapai tujuan utama retorika, yaitu mempengaruhi sikap, opini, dan tindakan pendengar secara efektif dan efisien.
Secara filosofis, retorika mencakup tiga pertanyaan utama. Pertama, pertanyaan ontologis, yaitu mengenai hakikat retorika itu sendiri. Kedua, pertanyaan epistemologis, yaitu bagaimana seseorang memperoleh pengetahuan tentang retorika. Ketiga, pertanyaan aksiologis, yaitu mengenai manfaat dari retorika.
Awalnya, retorika terdiri dari tiga unsur: pembicara, pendengar, dan pesan yang bersifat informatif, persuasif, serta rekreatif, yang biasanya menjadi isi pidato. Namun, belakangan ini, media juga menjadi unsur penting dalam retorika, baik media tradisional, konvensional, maupun media sosial.
Ada tiga komponen utama dalam retorika. Pertama adalah pathos, yang berarti kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi hati dan pikiran. Seorang pembicara harus memiliki pathos agar dapat menarik emosi pendengar, sehingga mereka bisa merasa sedih, kasihan, dan simpati.
Dalam berpidato, penting untuk mempertimbangkan aspek logos, yang berarti sesuai dengan akal. Hal ini berarti bahwa ide-ide yang diungkapkan harus didasarkan pada penalaran yang logis dan rasional, serta mempertimbangkan kemampuan intelektualitas dan pemahaman yang mendalam.
Dalam konteks keberhasilan beretorika, seorang pembicara harus memiliki sikap, kepribadian, watak, dan karakter yang jelas agar pesan yang disampaikan dapat dipercaya oleh pendengar. Dalam arti harfiah, ethos merujuk pada aspek-aspek seperti watak, karakter, dan kepribadian yang mempengaruhi kepercayaan pendengar terhadap pembicara.