Jika membahas tentang dunia peternakan tidak akan pernah ada habisnya, pada pertengahan tahun 2022 lalu terjadi wabah penyakit PMK (penyakit kuku dan mulut) pada ternak khususnya ternak sapi di Indonesia. Banyak peternak yang merugi akibat adanya wabah penyakit ini karena saat itu bersamaan dengan hari raya qurban bagi umat muslim.
Lalu apa itu PMK?
Penyakit kuku dan mulut (PMK) merupakan penyakit yang mudah menular, penyakit ini di sebabkan oleh virus PMK family pocornaviridae dan genus apthovirus. Penyakit mulut dan kuku ini banyak menyerang hewan ruminansia pada saat itu. Adanya penyakit ini sangat berpengaruh terhadap produksi ternak dan mengganggu perdgangan hewan dan produknya pada tingkat regional dan internasional.
Apakah penyakit PMK bisa menular ke manusia?
Penyakit PMK ini tidak menular ke manusia karena bukan tergolong penyakit zoonosis. Jadi produk dari ternak seperti daging dan susunya tetap aman dikonsumsi asalkan diolah dengan cara yang benar dan memalui proses pemasakan.
Apa saya ciri-ciri hewan yang terkena penyakit PMK? Dan bagaimana tips memilih qurban bebas PMK?
Ciri-ciri hewan yang terkena virus PMK bervariasi tergantung spesies dari ternaknya, biasanya ternak yang terjangkit penyakit PMK ini mengeluarkan air liur berlebih, anoreksia, dan demam lebih dari 40˚C. masa inkubasi virus PMK ini berkisar antara 1-14 hari.
Ciri-ciri ternak ruminansia yang sudah sembuh meliputi nafsu makan yang sudah kembali seperti semula, lesi di hidung, mulut dan lain-lain sudah sembuh dan hewan ternak sudah kembali lincah seperti biasanya.
Tips memilih hewan qurban bebas PMK diantaranya:
- Tidak memilih hwan qurban yang banyak mengeluarkan air liur
- Tidak terdapat uka pada kuku hewan tersebut
- Jika mulutnya di buka tidak terdapat bercak-bercak merah seperti sariawan
- Memilih hewan qurban yang kukunya tidak terlepas
- Hewan tersebut tidak lemas dan nafsu makannya kurang
Cara lain yang bisa kita lakukan untuk menghindari pembelian hewan qurban yang terkena penyakit PMK adalah dengan melihat surat keterangan sehat hewan (SKKH) dari dokter hewan.
Bagaimana upaya pemerintah dalam menangani hal ini?