Lihat ke Halaman Asli

Silma Zarkasih

Universitas Al Azhar Indonesia

Disabilitas Tuna Rungu dan Pandangan dalam Islam

Diperbarui: 1 Februari 2024   13:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi keberagaman sosial (sumber: https://pixabay.com/id/)

Anak berkubutuhan khusus diartikan sebagai anak yang memiliki karakteristik khusus atau berbeda dari kebanyakan anak yang dianggap normal pada umumnya. Salah satu kategori dari berkebutuhan khusus adalah anak dengan kelainan indra pendengaran atau bisa disebut juga tuna rungu. Penyandang tuna rungu ialah individu dengan kurangnya pendengaran sebagian atau tidak bisa mendengar secara total. Masyarakat sering kali menganggap anak berkebutuhan khusus dengan stigma negatif, yakni dengan sebutan "cacat". 

Anak dengan berkebutuhan khusus dianggap tidak dapat berkontribusi dalam melakukan banyak hal kehidupan, dianggap tidak mandiri, perlu dikasihani, dan stigma negatif lainnya. Karena stigma-stigma negatif tersebut lah anak dengan berkebutuhan khusus kurang mendapatkan perhatian dari masyarakat untuk mendapatkan hak nya karena dianggap tidak memiliki banyak kontribusi dalam kehidupan. Misalnya, terjadinya diskriminasi pada dunia pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. 

Contohnya saja, banyaknya perguruan tinggi yang menolak anak berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan di institusi mereka karena khawatir anak berkebutuhan tersebut tidak dapat mengikuti perkuliahan. Kecerdasan intelektual penyandang tuna rungu tidak jauh berbeda atau bahkan sama dengan anak tanpa berkebutuhan lainnya. Penyandang tuna rungu memiliki kelemahan dalam pendengaran, guru atau pendidik dapat menemukan metode pembelajaran khusus bagi mereka seperti lebih menekankan pada metode visual dengan memaksimalkan penggunaan fungsi indra lain, yakni mata.

Banyak permasalahan terjadi di karenakan kesalahpahaman, ketidakmampuan berkomunikasi di antara dua pihak, yakni masyarakat dan penyandang disabilitas. Biasanya penyandang tuna rungu melakukan komunikasi dengan bahasa isyarat dan memahami lawan bicara melalui gerak mulut. Seharusnya dari masyarakat juga harus belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas, misalnya belajar bahasa isyarat untuk 

berkomunikasi dengan penyandang tuna rungu. Untuk dapat menjalin komunikasi yang baik dibutuhkan kerjasama usaha dari kedua belah pihak, yakni masyarakat dan penyandang disabilitas. Komisi Nasional Disabilitas dibentuk oleh pemerintah sebagai usaha kepedulian terhadap hak-hak penyandang disabilitas berlandaskan Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2020, sebagai aturan turunan dari pasal 134 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Peraturan Pemerintah nomor 70 tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaran, dan Evaluasi terhadap Penghormatan dan Pemenuhan Hak penyandang Disabilitas (Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2020). Sayangnya usaha tersebut belum sepenuhnya diterapkan dikarenakan masih banyak terjadinya diskriminasi secara tidak langsung maupun secara terang-terangan terhadap penyandang disabilitias. Manusia merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna bentuknya, sekalipun memiliki kekurangan fisik seperti yang terdapat pada firman Allah Surah At-Tin ayat 4 yang artinya "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". 

Dalam sebuah hadits Nabi Muhammad saw, yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim juga dikatakan bahwa: "Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuhmu, rupamu, akan tetapi Allah melihat hatimu," (HR. Bukhari Muslim). Di dalam Islam pendidikan merupakan hak setiap individu, termasuk penyandang disabilitas. Pada hakekatnya manusia adalah makhluk belajar yang saat lahir tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan, kemudian manusia tumbuh berkembang menjadi mengetahui dan mampu dalam banyak hal sebagai pembelajaran untuk meningkatkan potensi diri (QS. An-Nahl: 78; Az-Zumar: 9; AtTaubah: 122, dan Al-Imran: 187). 

Manusia sangat membutuhkan bekal ilmu untuk menggunakannya sebagai kebaikan di muka bumi dan untuk bekal akherat. Hal tersebut berarti penyandang disabilitas juga merupakan bagian dari umat manusia yang mempunyai hak dan kewajiban dasar yang sama untuk belajar dan menuntut ilmu seperti halnya manusia-manusia yang lain, dan tidak ada larangan bagi mereka untuk belajar bersama-sama dan beraktivitas bersamasama dengan manusia yang lain (Lihat QS. An- Nur: 61; QS. 'Abasa: 1-4). Para pendidik hendaknya menciptakan pendidikan tanpa diskriminasi terhadap peserta didik penyandang disabilitas. Semua manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama apa pun latar belakang sosialnya, yang membedakan hanya keimanan dan ketakwaannya.

Kontribusi yang dapat kita lakukan untuk menciptakan masyarakat inklusif, contohnya di zaman modern ini manusia tidak bisa lepas dan sudah pasti mempunyai yang namanya gadget. Ketika menggunakan gadget sudah pasti manusia memiliki sosial media. Kita dapat memanfaatkan media sosial untuk membuat konten-konten edukatif terkait keberagaman manusia, salah satunya terkait anak berkubutuhan khusus atau penyandang disabilitas. 

Dengan internet informasi yang kita berikan dapat sampai ke khalayak yang lenih luas lagi tanpa batasan jarak dan waktu. Kita dapat menyuarakan kepada khalayak ramai bahwa anak berkebutuhan khusus atau penyandang disabilitas tidaklah berbeda dengan manusia lainnya. Mereka juga memiliki hak,kewajiban, kesempatan mengembangan potensi yang sama. Sebagai sesama manusia harus saling mendukung dan tidak boleh mendiskriminasi manusia lainnya karena sesungguhnya kita semua adalah ciptaan terbaik Tuhan, dan sama di mata Tuhan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline