Detik-detik menjelang kelulusan sang anak jadi seorang sarjana, raut muka ibu dan ayah terlihat cerah. Sekian lama si anak dalam perantawan dan jauh dari pantauan. Kekhawatiran pun terus menyelimuti pikiran, apakah si anak fokus pada satu tujuan, yakni kesuksesan di pintu akademik. Namun kegalawan yang tanpa alasan itupun dapat terpadamkan di benak kami, mengingat Calon sarjana ini adalah lulusan pesantren terpadu, tentu pondamen keimanan dan ketaqwaan sudah berarak dalam tubuhnya, tentu saja ia tahu miras, judi, balap liar, tawuran itu perbuatan tercela.
Delapan semester dalam perantawan ayah beserta ibupun banting tulang peras keringat di kebun, di sawah dan di ladang mengumpulkan recehan uang untuk kebutuhan anak yang sedang berjuang. Untaian kalimat nasehat ketika kembali megang atau libur panjang. "Nak", Buku dan Vena yang kami titpkan untukmu lebih bermanfaat untuk masa depan mu dibanding harta benda.
Kini engkau sudah diberi hak dan kewenangan menyandang glar kesarjaan, maka mafaatkan ilmu dan teknologi yang engkau kuasai untuk mengabdi kepada masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Dan ingatlah " Sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya" (HR.TABRANI). Tebar salam, tebar senyum dan tebar pesona pada sesama dan menghindarlah dari sipat angkuh dan kesombongan}*
}*Abdurrahman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H