Yap.. Ini adalah tulisan pertama saya di Kompasiana. Newbie. Ingin sedikit melepas cerita tentang bagaimana bahagianya seseorang yang introvert seperti saya bisa memberanikan diri menulis di ruang publik.
Sejak kecil biasa menuliskan kemarahan-kemarahan lewat buku diari. Kadang seperti tak puas karena kemarahan itu hanya saya bisa pahami sendiri. Apalah arti emosional buat anak kecil yang belum bisa menerjemahkan kemana arahnya emosi-emosi itu selain semakin menahan dan memaki diri.
Setelah menengok ke belakang ternyata ada beberapa hal yang memungkinkan kenapa anak 'ditakdirkan' menjadi introvert.
1. Ketika anak dalam kandungan. Mungkin ada kemarahan yang ibu sulit selesaikan dan kemudian memendam penuh emosi. Hal ini sangat berpengaruh ke janin.
2. Ketika masih kecil sering dibandingkan dengan saudara sekandung. Biasanya si anak dicap lebih buruk dibanding saudara yang lain. Disini anak mulai menutup diri dan mengutuk kemarahan terhadap dirinya. Hingga akhirnya pandangan terhadap diri menjadi buruk.
3. Faktor keturunan
Bisa dari ayah maupun ibu.
Ketika memutuskan untuk menikah, siapkan diri lebih matang. Terutama segi emosional. Efek jangka panjang dari emosi-emosi negatif bisa makin meluas dan seharusnya bisa kita putus rantai emosional dari diri sendiri dari hari ini. Salam ^_^
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H