Lihat ke Halaman Asli

Misiyu

karyawan

Mawar Jingga dan Pancake

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Heeemmmm... udara pagi menyeruak masuk kala sekar membuka jendela kamarnya..., sejenak ia menikmati segarnya udara dan hangatnya sinar mentari pagi. Bekas hujan semalam menyisakan bau yang sangat sekar sukai. Tetesan embun yang menempel di kelopak bunga mawar jingga yang tertanam di halaman rumahnya, begitu memanjakan mata. Mawar jingga kesukaan sang bunda. Tidak seperti wanita pada umumnya yang lebih menyukai mawar merah, atau merah muda. Di mata bunda mawar jingga lebih indah dipandang.Tidak hanya indah dipandang, mawar jingga telah menyimpan kenangan termanis. Kenangan tentang sosok laki-laki yang ia sangat cintai..., yaa... kenangan tentang sang ayah. Sang ayah yang telah genap satu tahun meninggalkan mereka berdua untuk selama-lamanya.

Sang ayah yang setiap hari menghadiahkan sekuntum mawar jingga kepada sang bunda. Keromantisan inilah yang setiap hari menjadi pemandangan yang sangat disukai Sekar. Meski pemandangan itu tidak bisa ia nikmati lagi... karenanya sejak sang ayah meninggal dunia, bunda dan sekar menanam mawar jingga di halaman rumah, mawar jingga yang selalu mengisi vas bunga disetiap sudut ruangan.

Setiap kali sekar berbincang dengan sang bunda, ia tidak bosan-bosannya, meminta bunda bercerita tentang ayahnya, tentang cerita kapan mereka bertemu dan mulai saling mencintai.

Di mata sekar, bundanya adalah contoh kesetiaan yang sempurna. Sejak ayah sekar menderita kanker paru-paru, ibunya yang seorang jurnalis harus rela melepaskan pekerjaan yang telah ia rintis dari nol, pekerjaan yang dimata bunda adalah pengabdian sekaligus kebahagiaannya. Selain melepas pekerjaannya, bunda sekar harus rela melepas beasiswa S3 ke London. Ia memilih merawat laki-laki yang amat dicintainya, ia bahkan merelakan meninggalkan kehidupan sosialnya.

Sejak ayah sekar divonis terkena kanker paru-paru stadium akhir, sekar sekeluarga pindah ke Villa di Lembang, Bandung. Sementara sekar tidak terlalu keberatan pindah ke tempat yang lebih terpencil, jauh dari hingar binger kehidupan perkotaan. Sekar memang lebih menyukai tempat yang sunyi, tempat di mana dia bisa menghirup udara segar pegunungan.

Sekar memang lebih mirip dengan sang ayah, yang pendiam, dan menyukai kesunyian. Sekar lebih suka menyambangi toko buku dan taman, daripada ke mall. Kemiripan sifat Sekar dan ayahnya inilah yang membuat sang bunda rela melakukan apa saja demi kebahagiaan Sekar.

Lamunan Sekar tiba-tiba terhenti kala mencium aroma pancake buatan sang bunda. Tanpa pikir panjang, ia berlari menuju sumber aroma favoritnya itu. Benar saja, dua piring pancake dan dua gelas susu telah tersaji di meja makan. Lebih spesial lagi senyuman sang bunda yang menyejukan hati, menyabut sekar yang setengah berlari menghampiri meja makan.

“Waahhh... pancake...!!”

“Heeemmmm... yummmmiiiii.....!! thank’s bunda....” bundaku memang paling hebat bikin pancake”

Wajah sekar seperti anak kecil yang mendapatkan lolipop, setiap kali melihat pancake, terlebih lagi pancake buatan sang bunda..., rasanya tidak akan terlupakan seumur hidupnya.’’

Kesukaan Sekar dengan pancake bermula saat sang bunda meninggalkan ayah dan anak ini ke luar kota. Keduanya kompak memilih mencari sarapan di luar rumah. Dan pilihan mereka jatuh pada satu café yang tidak jauh dari rumahnya. Dari deretan menu yang tersaji, mereka memilih pancake. Dan sejak itu pancake menjadi makanan favorite keduanya, terlebih lagi di luar dugaan, sang bunda ternyata sangat berbakat membuat pancake.

Bagi sekar, pancake adalah makanan terenak di dunia, makanan penuh cinta, makanan yang sangat sederhana, namun memiliki rasa yang spesial. Pancake dimata sekar, layaknya mawar jingga dimata bunda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline