Lihat ke Halaman Asli

ST Harson

Content creator

Tetap Setia Meski di Bawah Tekanan

Diperbarui: 6 Desember 2024   20:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi seorang jurnalis foto sedang memotret kegiatan di tempat umum (AI generated)

Beberapa waktu lalu Committee to Protect Journalist (CPJ) mengeluarkan laporan tentang jumlah jurnalis yang tewas di Gaza sejak perang antara Israel dan Hamas di wilayah itu pecah menjelang akhir tahun lalu.

Lembaga berbasis di New York, AS itu melaporkan bahwa sampai tanggal 5 Desember 2024, perang itu telah menewaskan sedikitnya 137 jurnalis dan melukai 49 lainnya.  Ia juga melaporkan bahwa 74 jurnalis ditangkap, dua diantaranya masih belum diketahui keberadaanya.

Tentu saja tidak pas jika membandingkan kondisi di Palestina dengan di Indonesia. Paling tidak laporan ini memberikan kontras yang mendalam. Dapat saya katakan bahwa kondisi jurnalis di Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain di dunia, secara spesifik lagi di wilayah Asia Pasifik.

Bulan Mei lalu, Reporters Without Borders (RSF), mengungkapkan temuan lembaga itu terkait skor kebebasan pers di kawasan Asia Pasifik. Menurut lembaga itu, kebebasan pers di wilayah tersebut makin memburuk, di mana 26 dari 32 negara -termasuk Indonesia- mengalami penurunan skor dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2024. 

Afganistan merupakan negara dengan skor terburuk. Dilaporkan bahwa tiga jurnalis terbunuh dan setidaknya 25 jurnalis ditahan di negara itu. Tiga jurnalis juga dibunuh Bangladesh dan dua jurnalis terbunuh di Filipina. Vietnam dan Myanmar menjadi dua negara yang paling banyak menangkap wartawan.

Lalu, bagaimana dengan kondisi kebebasan pers di Indonesia? Menurut RSF, jurnalis Indonesia menjadi sasaran serangan fisik dan online. Secara umum memang kondisi jurnalis Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara-negara yang disebutkan di atas. Namun itu tidak menafikan adanya kekerasan terhadap jurnalis. 

Apapun bentuknya, kekerasan terhadap awak media tidak hanya ancaman terhadap kebebasan pers tapi mengancam demokrasi secara keseluruhan. Ancaman yang serius, baik secara fisik, hukum, maupun digital terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan karena peran jurnalis sangat penting dalam menjaga agar demokrasi tetap bermakna sebagai pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat - the government of the people, for the people, by the people (Abraham Lincoln).

Sebelum kita melanjutkan pembahasan kita, ada baiknya kita menyegarkan kembali ingatan kita akan elemen-elemen jurnalisme yang dirumuskan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku The Elements of Journalism. Dalam edisi perdana, pengarang menyampaikan 9 elemen.

Namun seiring perkembangan teknologi informasi, khususnya internet, elemen kesepuluh ditambahkan dan menekankan peran akitif masyarakat sebagai jurnalis juga, sehingga muncul istilah jurnalisme online, citizen journalism, community journalism, dan sebagainya.

Elemen yang menjadi prinsip dasar jurnalisme mencakup (1) menyampaikan kebenaran, (2) loyalitas kepada masyarakat, (3) disiplin verifikasi, (4) independensi dari pihak yang diliput, (5) pemantau kekuasaan independen, (6) forum publik untuk kritik dan komentar, (7) membuat hal yang penting menarik dan relevan, (8) berita harus komprehensif dan proporsional, (9) bertindak berdasarkan hati nurani, (10) menyediakan ruang bagi hak dan tanggung jawab Masyarakat.

Apa saja tantangan jurnalisme di Indonesia?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline