Lihat ke Halaman Asli

The Volley is Came ( Cerbung) Bag-1

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14134376622120216659

Aomori, 2234

"Hujannya tidak turun bukan?" Katsumoto memecahkan kesunyian yang daritadi menyelubungi kami. Seraya menatap langit yang berkabut, dia melanjutkan perkataannya. "Profesor Nakajima sudah menduga hal ini sepuluh tahun lalu ketika beliau meneliti hujan yang turun terakhir kali di Kyoto. Keasaman yang dihasilkan oleh air yang turun dari langit sudah menandakan bahwa untuk beberapa puluh tahun berikutnya akan mungkin terjadi kekeringan."

Aku masih diam menyimak penjelasan Kastumoto. Dia adalah salah satu murid kesayangan Profesor Nakajima. Sayang, lima tahun lalu Profesor Nakajima meninggal karena penyakit gerstmann-straussler-scheinker-nya. Kini, Katsumoto berencana melanjutkan kembali penelitian yang dulu terhenti itu.

"Dunia sudah berubah, Mamura. Laut tak lagi mau menawarkan hujan. Ya, bagaimana menawarkan hujan sedangkan matahari ditutupi kabut seperti itu." Aku senang mengamati gaya bicara Katsumoto. Santai namun serius. Oh iya, kenalkan aku adalah Mamura Nana. Anak dari adik Profesor Nakajima. Setelah kematian Profesor Nakajima-aku tak mau memanggil dia paman karena dia tidak mau dipanggil begitu-, Katsumoto mengirimiku sebuah email ke Kyoto. Surel yang berisikan untuk aku kerja sama dengan dia dalam melanjutkan penelitian tentang kejadian aneh waktu itu.

Didalam surelnya Katsumoto menjelaskan bahwa di Aomori terdapat sedikit kabut berwarna kelabu yang membuat udara menjadi pengap. Belum ada penyelidikan, namun dari pemantauan secara pribadi oleh Profesor Nakajima, beliau mengatakan ada gelembung besar yang keluar dari permukaan laut di sekitar pesisir Aomori.

Aku mengerti kenapa waktu itu Kastumoto langsung mengarahkan surat itu kepadaku, Jabatanku di departemen pemerintahan divisi lingkungan hiduplah yang menjadi alasannya. Tidak mungkin, penelitian ini dilakukan dengan biaya pribadi dari seorang Profesor yang sudah wafat. Mereka butuh dana penuh, butuh investor. Dilain pihak, hal ini setidaknya menguntungkan aku juga dalam mengambil gelar Profesor.

"Kenapa kau diam saja Mamura?" ternyata Katsumoto sudah selesai dengan penjabarannya mengenai kabut yang semakin memekat akhir-akhir ini. Sekarang, dia malah mengamatiku. Aku terkejut dan tersipu.

"Aku mendengarkan penjelasanmu, Katsumoto." elakku.
"Arrgh, sudah berapa kali aku katakan padamu. Hentikan memanggilku dengan nama keluarga." erangnya.
"Oh, baiklah Sano."

Pria berkacamata itu nyengir, memamerkan gigi-gigi rapinya.

" Aku tak menyangka kalau kau berniat melanjutkan penelitian ini Sano. Apa kau mau mati seperti dia? Cukup banyak ilmuwan-ilmuwan mati menggenaskan bukan?" tanyaku diluar topik pembicaraan kami.

"Mamura, "

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline