Lihat ke Halaman Asli

Kali Emas

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

"CeHorMin"

Kami mengakui, jika yang terjadi di desa itu adalah kesalahan terbesar kepala desa kami. Namun seperti kebanyakan pejabat pada umumnya yang telah diberikan tanggung jawab yang serupa. Mereka lepas tangan jika terjadi sebuah konflik dan nyawa melayang.

Kami menyapa beliau Pak Gugup. Bukan karena dia suka gugupan tetapi itulah sapaan kecil yang diberikan orang tuanya dahulu. Nama lengkapnya adalah Gufar Badron. Pak Gugup terbilang cukup tidak ramah. Pertama kali diangkatnya dia menjadi kepala desa kami sangat tak menyangka. Hampir semua warga tahu sepak terjang Pak Gugup. Kasus dia yang terakhir adalah menilep uang proyek bendungan. Waktu itu pekerjaannya masih makelar proyek di desa kami.

Awal mula kejadian ini adalah ketika dua orang pendatang mengunjungi desa kami untuk melakukan penelitian. Pak Gugup mencurigai orang-orang itu, sehingga membuat jebakan dan menghasut warga desa untuk mengusir mereka.

“Semua orang luar yang datang ke desa itu kerjanya cuma merampas dan mengobok-ngobok desa kita. Kita tau di sungai banyak bijih emas yang bisa ditambang oleh orang-orang luar itu. Setelah mereka tau, mereka akan membawa gerombolan untuk mengusik dan mengusir kita dari desa kita sendiri.” Begitulah hasutan-hasutan yang dilayangkan Pak Gugup kepada warga.

Hingga suatu saat, lantaran hasutan itu tak mempan. Pak Gugup membuat sendiri jebakan untuk dua orang pendatang itu. Dia meletakkan seekor ular python peliharaannya di rumah sewaan si pendatang. Dan seperti rencananya, dua orang pendatang itu mati.

Desas-desus kematian mereka menyebar dengan cepat. Salah satunya mengatakan bahwa mereka di bunuh oleh siluman ular yang menjaga sungai di desa mereka. Pak Gugup yang mendengar kabar itu sampai ditelinganya bernapas lega. Ternyata dia tak perlu repot-repot untuk menjauhkan warga dari sungai itu.

Namun, satu hal yang tidak disadari Pak Gugup...

***

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, waktu itu malam kamis. Pak Gugup tidak menyadari kejanggalan yang ada. Suasana yang seketika sunyi dan cuma terdengar beberapa helai daun yang tertiup oleh angin. Beliau baru pulang dari desa sebelah setelah menghadiri rapat tahunan.

Samar-samar terdengar suara langkah kaki dari kejauhan. Makin lama langkah itu makin mendekat. Lambat kemudian kencang. Pak Gugup kemudian baru menyadari hal janggal di dekatnya, mendelik. Dia menghentikan langkah kakinya. Berpikir, apa dia tak salah dengar. Sebuah suara samar berbisik, menyapa namanya.

“Siapa itu!?” teriak Pak Gugup.

Hening

“Keluar Lu semua!” teriak Pak Gugup lagi.

Hening

Sepasang tangan kemudian menjulur dari semak-semak. Menjulurkannya kearah leher Pak Gugup. Tercekik, Pak Gugup berusaha melepaskan cengkraman tangan itu.

“heecccckkkk,,,, lepasin ...heccckkk... lepasin gue bangsat!” sembur Pak Gugup murka. Pak Gugup meraih tangan yang mencekik lehernya itu. Begitu dingin, pucat, kukunya menghitam, darah mengalir dari arah lengan tangan itu. Pak Gugup mencoba memalingkan kepalanya ke asal tangan itu muncul dan terkejut akan makhluk apa yang mencekiknya.

***

Pak Gugup tersadar di sebuah ruangan bertirai putih. Dia pingsan tadi malam sebelum makhluk itu sempat membunuhnya.

“Semalam bapak kami temukan tidak sadar diri di jalan pinggir sungai. Sepertinya bapak pusing dan pingsan.” Seorang perawat di biro layanan kesehatan khusus desa memberitahukan Pak Gugup.

“Tidak, saya tidak pusing dan pingsan. Ada yang mencekik saya suster.” Jelas pak Gugup.

“Mencekik? Tapi kami tidak menemukan bekas cekikan di leher bapak.” Ujar perawat tersebut.

Pak Gugup meraba lehernya. Kemudian sang perawat menyerahkan cermin gantung kepada Pak Gugup. Pak Gugup terkejut, apa semalam dia memang pusing sehingga salah lihat dan berhalusinasi?

***

Setelah kejadian dua hari lalu, Pak Gugup memutuskan untuk memakai motor jika pergi kemana-mana. Bahkan ke warung terdekat sekalipun.

Hanya saja, sepandai apapun Pak Gugup melarikan diri. Dia tidak akan mampu lari dari ketakutannya sendiri.

Warga sebenarnya percaya akan cerita siluman yang menjaga sungai di desa mereka. Karena ada warga yang beberapa kali mendapat kesempatan melihat langsung bagaimana bentuk siluman tersebut.

“Tergantung bagaimana diri kita.” Uwak Haji memberitahukan kepada warga perihal siluman tersebut. “ kita boleh percaya boleh tidak, karena alam ghaib adalah nyata adanya. Namun, jangan sampai pula kita menuhankan mereka dan syirik. Jika diri kita baik, kita akan melihat siluman itu dalam wujud binatang-binatang aneh. Tapi jika kita jahat, sesuai pula dengan buruk tampilan siluman itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline