"Lapo, bar ala Batak Toba memegang peranan penting dalam kehidupan sosial orang Batak Toba," tulis Basyaral Hamidy Harahap dan Hotman Siahaan dalam Orientasi Nilai-nilai Budaya Batak.
Diiringi lagu batak, malam itu Tigor meneguk tuaknya dengan nikmatnya melepas dahaga. Lagu itu semakin terasa indah setelah adanya tambahan bunyi gelas yang dipukul pakai garpu. Irama lagu yang dibalut instrumen itu semakin menggema setelah lantunan bunyi lagu dibawa dengan harmonisasi suara. Penat dan stres pun seketika hilang. Beban seharian langsung hilang begitu saja.
Cerita Tigor di atas sudah barang tentu familiar terjadi di kalangan orang Batak. Pria berkeluarga hingga kawula muda sering melakukannya. Paling tidak itu saya ketahui lewat pengalaman saya selama hidup di Kampung.
Tak heran, bila dulu saya juga sering ikut-ikutan. Bahkan tak jarang satu meja dengan Bapak. Urusan keluarga pun sama sekali tidak ada di sana.
Tidak begitu mengherankan, sebab, Lapo Tuak itu tepat ada di samping rumah. Kesempatan mencicipi bangku lapo pun sangat terbuka lebar. Sungguh pengalaman tak terlupakan.
Lapo Tuak itu identik dengan kedai kopi di pinggir kota. Dia punya menu beragam. Mulai dari makanan khas batak, minuman, dan yang pasti Tuak. Tuak memang minuman beralkohol yang terbuat dari pohon aren. Rasanya pahit, warnanya bening.
Dibalik pahitnya Tuak, ada orang yang berperan penting di dalamnya. Ialah paragat (sebutan untuk orang yang mengambil tuak dari pohon aren dan mengolahnya dengan resepnya sendiri). Tak heran bila kadar alkoholnya jarang diketahui.
Namun, seringkali persepsi orang terhadap Tuak mengarah pada citra negatif. Ia dianggap minuman keras yang harus dihindari. Apalagi bila minum tuak di Lapo. Tak sedikit menahbiskannya sebagi tempat mabuk-mabukan, terlebih sebagi lokasi judi bareng.
Padahal anggapan itu tak sepenuhnya menggambarkan kondisi Lapo Tuak. Memang, sebagian orang menjadikan tuak sebagai tempat minum. Tapi itu hanya segelintir saja. Meminjam istilah aparat sekarang, itu hanyalah oknum (bukan mewakili keseluruhan). Catat, oknum!
Sependek pengalaman saya, Lapo Tuak malah seringkali digunakan sebagai sarana berbagi lewat cerita satu sama lain. Tak ketinggalan, cerita yang selalu paling menarik dibahas adalah cerita politik di daerah. Orang yang tak pernah duduk di bangku SMP pun bahkan bisa lebih paham perpolitikan di daerah dibanding anak-anak muda yang kuliah sarjana.