"Seharusnya bukan tanggung jawabmu lagi, tapi tanggung jawab anak yang lebih muda darimu. Terimakasih atas perjuanganmu, kami bangga atas semua hasil yang telah kamu raih".
Tak banyak pemain yang masih aktif bermain setelah melampaui kepala tiga. Hampir terhitung jari. Tak banyak pula yang dapat tampil konsisten di lapangan. Hendra Setiawan dan Mohammad Ahsan barangkali adalah pemain di antara orang itu. Untuk urusan prestasi tak perlu diusik lagi. Kematangan mental dan teknik bermain menjadi kunci keduanya.
Menelusuri karier dan prestasi keduanya, maka kita perlu melihat ke belakang lebih jauh. Hendra yang dijuluki "the silent killer" telah merasakan semua gelar individual. Sejak bergabung bersama Pelatnas pada 2002, sang maestro itu kerap menuai puja puji atas prestasi. Berpasangan dengan Markis Kido, keduanya dapat mengawinkan gelar prestisius.
Juara dunia 2007 dan Olimpiade 2008 adalah hasilnya. Mereka menjadi ganda putra terakhir Indonesia yang dapat mengawinkannya. Dua tahun berselang, tepatnya di negara tirai bambu, Hendra Setiawan/Markis Kido merebut medali emas Asian Games.
Sementara itu, koleganya sekarang, Mohammad Ahsan, juga tak kalah dengannya. Berpasangan dengan Bona Septano, yang juga adik kandung dari uda Kido, memperoleh sederet prestasi membanggakan. Walau hanya level superseries belaka. Puja puji pun kerap muncul kepadanya. Bahkan hingga kini, 2021.
Hendra Setiawan yang tahun ini berkepala 37, masih menunjukkan tajinya. Buktinya adalah final tur BWF Super Series 2021 bersama Mohammad Ahsan, yang sudah berkepala 34. Tidak ada ganda putra selain mereka yang masih berprestasi di usia tersebut.
Apresiasi Setinggi-tingginya
Walau kalah di final melawan duo taiwan, Lee Yang dan Wang Chi Lin, para badminton lovers sama sekali tak mau menghakimi. Yang terjadi malah sebaliknya, memberi apresiasi. Sebab keduanya masih bertaji dan berprestasi.
"Satu-satunya wakil difinal. Dengan umur yang sudah tidak muda, tenaga mudah terkuras, tapi masih tetap sangat semangat dalam menghadapi semua lawan, salah satu pemain yang konsisten (indo) dalam 3 pertandingan berturut-turu. Memang rezekinya Cuma runner up. Sangat-sangat not bad. Dan patut diapresiasi", celetuk salah satu salah satu pecinta bulutangkis Indonesia yang sedang berselancar di kolom komen Badminton Talk.
Kolom komentar akun Badminton Talk, platform pecinta bulutangkis Indonesia, pun tak jauh dari puja-puji kepada kedua bapak-bapak itu. Mereka mendapat sanjungan dan ucapan limpah terimakasih dari ribuan pecinta bulutangkis tanah air. The Daddies harusnya tak perlu jadi andalan Indonesia, sebab mereka telah melaluinya selama satu dekade, bahkan lebih.