Bukan hal baru lagi, bila pemilihan rektor di perguruan tinggi negeri menjadi isu yang menarik bagi sejumlah kalangan. Adanya unsur kepentingan tertentu dalam pemilihan rektor di perguruan tinggi barangkali sudah lazim kita dengar.
Seringkali kita temui dalam prosesnya terjadi konflik di antara para calon, bahkan bisa mirip seperti pemilihan kepala daerah. Apalagi, adanya kewenangan Kemdikbud pada prosesnya selalu menimbulkan polemik.
Tak heran bila banyak calon rektor akan lebih mendekati unsur pejabatnya. Tak lain untuk memperoleh dukungan. Hal ini karena 35 % hak suara yang dimiliki oleh Kemdikbud, praktis instansi ini dapat menentukan siapa calon rektor yang terpilih.
Dalam hal terjadi sengketa pemilihan, biasanya harus menunggu keputusan dari Kemdikbud, suara menteri sangat menentukan penyelesaiannya.
Namun apa jadinya bila keputusan tersebut tidak sesuai harapan dunia akademik, yang barangkali tidak mengindahkan plagiarisme? Bukankah itu akan merusak ekosistem pendidikan? Seperti yang baru terjadi, dimana Kemdikbud tetap melantik rektor terpilih USU, Muryanto. Padahal sebelumnya dia dinyatakan bersalah atas perbuatan self-plagiarsm.
Kontras
Keputusan Kemdikbud yang tetap melantik Muryanto sebagai rektor definitif USU pada Kamis, 28/1/2021, terasa kontras dengan semangat anti plagiarisme di dunia akademik. Yaitu untuk membangun kultur akademis yang transparan, cerdas, dan akuntabel.
Pelantikan itu menjadi tanda tanya bagi Kemdikbud, apalagi mereka sudah tahu kalau Muryanto telah dijatuhi sanksi pelanggaran norma akademik oleh Rektor USU sebelumnya, Runtung Sitepu.
Melalui Surat keputusan nomor: /82/UN5.1.R/SK/KPM/2021, Muryanto dinyatakan bersalah atas praktik self-plagiarsm atau plagiasi sendiri dalam artikel, A New Patron Networks of Pemuda Pancasila in Governor Election of North Sumatra, yang dipublikasikan pada jurnal Man in India.
Terlebih sanksi itu sama sekali belum dicabut oleh pihak USU. Majelis Wali Amanat USU, Edy Rahmayadi pun telah menyatakan sebelumnya, bahwa Muryanto Amin (rektor terpilih USU) baru dapat dilantik apabila surat rektor USU tentang sanksi plagiarsime telah dicabut. Gubernur Sumatera Utara itu pun juga menambahkan kalau tidak dicabut, dia tidak bisa dilantik.