Lihat ke Halaman Asli

Wisnu Adhitama

Jalani hidup hari ini dan rencanakan besok dan kedepan untuk berbuat sesuatu

FH UB: Tanah Sedikit, Masih Dipangkas

Diperbarui: 31 Oktober 2015   13:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pemandangan Kota Malang dan Kota Batu serta Kabupaten Malang dilihat dari lantai 6 Gedung A FH UB."][/caption]

Bagi banyak orang nama UB Malang mungkin sedikit asing. Ya, Universitas Brawijaya Malang sudah lama diganti singkatannya menjadi UB, bukan UNIBRAW lagi. Saya selama tiga tahun belakangan ini kuliah di sana. Tepatnya di Fakultas Hukum (FH).

Masuk melalui jalur SNMPTN Tulis (sekarang SBMPTN) tahun 2012 lalu akhirnya saya diterima oleh FH UB. Jujur saya sedikit kurang suka dengan diterimanya saya di FH UB. Sejak masih SD saya sudah memiliki ketertarikan terhadap bidang ekonomi dan dunia tulis-menulis. Namun karena orang tua menyarankan untuk kuliah di FH UB ya terpaksa lah saya tinggalkan dunia yang saya sukai dulu.

Kesan pertama ketika saya masuk kuliah di FH UB adalah kampus yang kecil, dengan sedikit taman. Gedung tinggi menjulang mengalahkan pohon tertinggi bak hendak merobek langit. Namun setidaknya dulu rasa keengganan saya masih terobati oleh banyak pohon. Oiya, dikeluarga saya hampir semua suka bercocok tanam karena tanaman itu hal yang menyejukkan.

Saya menyukai pohon apalagi pohon mangga. Bagi saya kecil hingga sebesar sekarang (umur 21 tahun) bermain di pohon mangga adalah sesuatu yang mengasyikkan. Apalagi kalau pohon mangganya berbuah. Kalau kata bunda saya, siap-siap pohon mangga itu dihinggapi codot rakasas alias saya.

FH UB tahun 2012 memiliki taman dengan sangkar burung merpati di beberapa sudut tamannya. Taman itu dulu berada di sekitaran gedung C FH UB. Namun sejak tahun 2013 lalu Gedung C dibongkar berikut juga tamannya sama-sama dibongkar untuk menambah kuota mahasiswa, terutama mahasiswa S2. Dan saya pun "ogah-ogahan" untuk kuliah.

Indeks prestasi saya pun jauh merosot karena hilangnya taman itu. Memang bukan penyebab utama kemerosotan nilai saya. Namun setidaknya dengan tidak adanya taman itu saya jadi hanya melihat banyak gedung, beton, aspal, paving, dan besi/baja. Jujur saja, saya bosan dengan hanya melihat beton dimana-mana.

Apa seksinya sebuah beton? Bangunan dengan beton memang lebih terlihat kuat, namun hanya itu saja. Kurang seksi dimata saya.

Ah mungkin karena saya orang kampung yang datang ke kota dan menganggap bahwa manusia itu tak bisa lepas dari tanah. Bagi saya tanah itu enak, namun bagi banyak teman saya tanah itu adalah sesuatu yang kotor, dan menjijikkan. Sandal dan sepatu seolah tak pernah lepas dari mereka, ketika saya hanya beralaskan kaki banyak yang melihat dengan pandangan aneh.

Saat awal semester ini saya dikagetkan dengan pembongkaran taman di depan Gedung A FH UB. Padahal taman yang tersisa di FH UB tinggallah di depan Gedung A dan sedikit ditengah-tengah antara Gedung B FH UB dan Gedung Widyaloka UB. Miris sebenarnya saya melihat hal itu. Apalagi setelah tahu bahwa pembongkaran itu untuk kaum-kaum bermobil yang otomatis dari kalangan menengah atas. 

Ini foto Taman FH UB depan Gedung A yang "dirusak" itu, foto sama-sama diambil dari lantai 6 gedung A FH UB:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline