Mencari kehidupan yang layak dan terus maju memang adalah tugas manusia. Dari TK/playgroup hingga kuliah bahkan bekerja kita selalu memilih tempat-tempat terbaik menurut kita yang mampu kita capai. Semuanya tak lepas dari keinginan untuk terus maju dan mendapat kehidupan yang layak.
Namun sayang ditengah persaingan untuk maju dan mendapat kehidupan yang layak itu ada sebagian orang yang memilih jalan pintas. Jalan pintas yang dipilih beragam salah satu contohnya adalah melakukan praktik KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme) slogan yang kini sisa satu K saja yang disoroti, Korupsi.
Dalam sebuah tulisan di blog pribadi, saya pernah menuliskan betapa dunia pendidikan (di lingkungan yang saya pernah alami) banyak sekali praktik KKN terjadi (klik untuk melihat). Mulai dari jual-beli kursi, hingga jual-beli nilai sekolah. Tak lain hal itu terjadi karena mental bangsa yang mulai keropos.
Tidak hanya di dunia pendidikan saja mental bangsa ini mulai keropos, di hampir semua sendi kehidupan kini mulai banyak yang keropos ketahanannya. Dalam dunia keberagaman suku, adat, ras, dan agama (SARA) saja marak kita jumpai pemberitaan yang menandakan bangsa kita sudah tidak toleransi dengan perbedaan. Taruhannya jelas Bhinneka Tunggal Ika, slogan yang dibawa oleh sang burung kebanggaan, burung Garuda Pancasila.
Coba anda lihat disekeliling anda, berapa banyak pengemis disana. Lalu apakah anda memberinya uang? Jika iya berarti anda telah mendukung memburuknya mental seseorang, terlebih yang anda beri adalah anak kecil. Sebenarnya yang patut untuk diberi atau dibantu adalah orang yang sudah bekerja namun masih belum bisa memenuhi kebutuhannya. Yang saya maksud adalah orang yang bukan karena malasnya dia harus dibantu melainkan karena usahanya.
Saya banyak menemukan potret kita lebih tega terhadap orang yang berusaha dari pada orang yang malas berusaha. Pernahkah anda menawar hingga harga terendah bahkan harga modal dari pedagang di pasar? Pernahkah anda berfikir harga murah yang anda pamerkan ke teman-teman anda itu hanya memberi sedikit penghasilan bagi pedagang? Anda berfikir anda untung sedangkan pedagang hanya berfikir bagaimana hidup.
Hal diatas belum diperparah dengan adanya praktek kartel yang sering terjadi di pasaran. Barang-barang tertentu sengaja ditahan agar permintaan melonjak dan harga bisa "dimainkan". Pedagang tidak banyak mendapat untung, namun yang sering kena omelan adalah para pedagang. Adil?
Mental bangsa kita memang sedang dalam masa kropos-kroposnya. Hanya sedikit yang bisa survive dan memilih untuk tidak mengikuti alur zaman yang ada. Pemikiran kritis dan cerdas yang sifatnya bukan spekulatif perlu dilakukan dan disebarluaskan agar kroposnya mental ini tidak sampai berlarut-larut.
Saya percaya dan yakin bahwa meski kini mental bangsa tak se-enak tempe namun suatu saat pasti ada yang mampu merubah dengan sosoknya. Bukan sosok militeristik, politisi, atau si pencitra yang hebat, namun sosok negarawan yang mau memikirkan orang banyak jauh dari pada dirinya. (AWI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H