Di era milenial seperti saat ini , sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat tentunya tidak terlepas dari peranan teknologi yang dapat memudahkan tiap individu dalam segala aktivitasnya. Teknologi dengan segala kecanggihannya dianggap mampu memberikan andil yang cukup besar dalam mendukung berbagai sektor , khususnya pada sektor pendidikan .
Adapun produk teknologi yang paling umum digunakan oleh para pelaku pendidikan adalah berupa gadget seperti komputer , laptop dan smartphone. Peranan gadget pada sektor pendidikan ini akan lebih dirasakan saat pandemi covid-19 , terutama dalam mendukung proses pembelajaran jarak jauh (E-learning ).
Sejak awal kemunculan pandemi, proses pembelajaran jarak jauh atau E-Learning telah menjadi pilihan dan menjadi kultur baru dalam metode pembelajaran yang mungkin saja akan digunakan saat ini maupun pada masa yang akan datang . Pola pembelajaran utama yang ditawarkan dalam E-Learning meliputi video conference.Video conference yang dirancang dalam bentuk aplikasi seperti zoom meeting maupun google meet memungkinkan dosen dan para mahasiswa saling terhubung untuk melaksanakan perkuliahan daring melalui koneksi jaringan internet.
Gadget dengan segala macam komponen didalamnya mampu mempermudah mahasiswa dalam mencari informasi secara praktis & efisien terkait dengan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan program studi mahasiswa itu sendiri. Dengan ini , mahasiswa dapat mengeksplor ilmu pengetahuan baru melalui beberapa referensi dari berbagai sumber media online sehingga tidak hanya terpaku untuk belajar dari materi yang telah disampaikan oleh dosen semata. Selain itu, gadget juga dapat menjadi sarana media online yang memfasilitasi mahasiswa untuk mengerjakan tugas kuliahnya , baik itu proposal, makalah,skripsi,karya ilmiah,artikel, penyusunan materi presentasi dan lain-lain.
Adanya metode pembelajaran berbasis E-Learning tentu dapat meningkatkan durasi penggunaan komputer dan gadget. Penggunaan komputer & gadget ini dapat membuat mata akan bekerja dua kali lipat atau lebih .Belum lagi apabila durasi penggunaan komputer dan gadget melebihi durasi waktu normal hingga menurunkan kapasitas kinerja mata .Meskipun sering melakukan interaksi dengan komputer , pada realitanya beberapa mahasiswa masih mengabaikan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3) dalam penggunaan komputer. Ini dibuktikan dengan banyaknnya mahasiswa yang masih kurang memperhatikan posisi duduk yang benar saat menggunakan PC .
Beberapa diantaranya masih duduk dengan posisi yang salah , misalnya terbiasa duduk dengan posisi condong ke satu sisi karena penempatan monitor yang tidak tepat . Selain itu, tak jarang pula dijumpai mahasiswa yang masih belum mengetahui atau bahkan memahami betul terkait dengan pentingnya mengatur pencahayaan dalam PC sehingga banyak diantara mahasiswa yang masih mengatur pencahayaan pada PC mereka dengan intensitas paling tinggi. Hal-hal ini tentu akan dapat meningkatkan resiko penyakit baru yang bernama Computer Vision Syndrome (CVS).
CVS merupakan sindrom yang mengakibatkan gangguan pada organ mata akibat jangka waktu penggunaan komputer yang berlebihan serta kesalahan posisi duduk . Peluang terdiagnosis sindrom ini akan lebih besar akibat beberapa faktor seperti : pencahayaan layar monitor (lighting) ,resolusi , contras & glare. Sindrom ini dapat membuat penderitanya kesulitan mengamati dengan jelas benda yang ada didekatnya karena menurunnya kemampuan mata untuk fokus pada suatu objek. Selain itu, penderita juga akan mengalami sakit kepala akibat mata kering dan kelelahan otot mata karena terlalu lama menatap layar gadget. Apabila tak kunjung diobati , kondisi sakit kepala yang dirasakan oleh penderita CVS ini akan dapat menurunkan produktivitas belajar mahasiswa .Pasalnya, sakit kepala merupakan salah satu faktor internal yang dapat mengganggu proses kinerja otak. Hal ini sesuai dengan ungkapan "Didalam tubuh yang sehat terdapat jiwa (pikiran) yang kuat" . Ungkapan ini bermakna bahwa kesehatan tubuh memiliki pengaruh kuat terhadap proses berpikir . Artinya, masalah kesehatan tubuh dapat menghambat kemampuan kognitif mahasiswa dalam mempelajari dan memahami materi yang disampaikan oleh dosen . Akibatnya, terjadilah penurunan kualitas hardskill dan softskill pada diri mahasiswa.
Adanya hambatan pada kemampuan kognitif membuat mahasiswa tidak dapat menyelesaikan problematika dalam kehidupan bermasyarakat secara maksimal karena terhambatnya proses berpikir yang diakibatkan oleh kebiasaan pemakaian komputer yang salah. Dalam hal ini, mahasiswa tidak dapat berpikir dengan jernih saat melakukan proses pengambilan keputusan sehingga mahasiswa tidak mampu melaksanakan perannya sebagai agent of change dengan optimal.
Dari sini kita tau bahwa terkadang ada beberapa hal sederhana yang berdampak cukup serius apabila disepelekan karena kurangnya perhatian dan rendahnya pengetahuan serta kesadaran tiap individu akan dampak yang terjadi . Maka dari itu, perlu adanya upaya pencegahan CVS mengingat dampak yang ditimbulkan cukup besar.
Untuk mencegahnya , tiap individu perlu melakukan upaya preventif . Salah satu upaya preventif yang harus dilakukan adalah menyesuaikan cahaya terhadap lingkungan sekitar dengan cara menempatkan layar PC pada posisi 50-70 cm dari mata sambil memposisikan diri dengan duduk tegak serta siku dan lutut membentuk sudut sekitar kurang lebih 90 derajat. Apabila dirasa perlu, mahasiswa dapat memasang screen filter untuk mengurangi kilatan cahaya dari PC . Selama penggunaan PC , disarankan untuk tiap mahasiswa selalu mengedipkan matanya lebih sering sebagai upaya relaksasi otot mata supaya dapat melembapkan mata .Upaya -upaya preventif yang telah disebutkan diatas hendaknya juga harus diimbangi dengan menerapkan pola hidup sehat seperti mengonsumsi makanan bergizi yang kaya akan vitamin A , C & E serta rajin berolahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H