Lihat ke Halaman Asli

Poligami Malu

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pak Ustadz tak mampu memejamkan matanya. Sejak tadi dua orang pria yang duduk di belakangnya terus menerus berbicara. Ngalor-ngidul. Tak karuan. Laju mulus kereta api eksekutif yang membawanya ke Jakarta tak bisa membuat Pak Ustadz tertidur. Walau barang sejenak. Uniknya, telinga Pak Ustadz tiba-tiba serasa ditarik kekuatan untuk terus mendengarkannya. Ah, pembicaraan yang menarik buat sebuah pelajaran, batin Pak Ustadz. Dalih Pak Ustadz, bukan salah saya kalau saya mendengarkannya. "Jadi, kamu benar-benar sudah kawin lagi. Dua dong kalau gitu..." Seorang pria bersuara kecil tertawa lirih sembari menuding ke arah pria yang duduk di sebelahnya. Pria yang duduk di sebelahnya yang -ternyata- memiliki suara besar langsung bereaksi. "Sssst! Jangan keras-keras. Malu! Semua orang tahu nanti. Apa kata orang kalau tiba-tiba di kereta api ini ada tetanggaku. Mati aku!" "Lho, kenapa harus malu? Bukankah kamu mesti siap menghadapi setiap konsekuensi dari pilihan hidupmu itu. Kalau malu kenapa kamu lakukan?" Si suara besar tak membalas. Ia hanya diam. Tapi, sejenak. Ia kemudian berkata lagi. "Yang penting adil. Kalau kita merasa mampu berbuat adil. Ya, sudah laksanakan. Aku nggak mau munafik. Aku memang pingin beristri lagi. Dan aku merasa mampu berbuat adil. Jadi, apa yang ditunggu?" "Adil semuanya, termasuk hati?" "Ah, ya tidak. Adil dalam pengertian materi. Bukankah ini yang dicontohkan Nabi? Nabi saja selalu tak bisa melupakan Khadijah, istri pertama yang begitu dikasihinya. Tentu, maknanya adil materi." "Itu saja alasanmu?" "Oh, ya tidak." "Lalu?" "Ada sebuah hadist nabi yang berkisah tentang seseorang yang bertanya kepada Nabi. Siapa yang harus saya hormati ya Nabi? Kata Nabi, ibu. Lalu, siapa? Ibu. Siapa lagi? Ibu. Jelaskan, hadist ini secara tegas menyiratkan mesti ada lebih dari seorang istri dalam sebuah keluarga. Nabi bahkan menyebutkan hingga tiga kali...." Meledak! Si suara kecil tertawa ngakak mendengar alasan si suara besar. Si suara besar tak ketinggalan. Mereka larut dalam canda. Di depannya, Pak Ustadz hanya mampu menggeleng-gelengkan kepalanya mendengarkan percakapan keduanya. Batinnya berbicara, kalau nafsu sudah bicara selalu saja ada akal untuk melogikakannya sebagai dalih. Ah, laki-laki! Laki-laki! * * * Sumber gambar: http://www.ncregister.com/images/nowBlog/cache/polygamy_cartoon-255x260.gif




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline