Lihat ke Halaman Asli

Mengabadikan Patahnya Jembatan Cipamingkis dalam Sketsa

Diperbarui: 23 April 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sketsa tiang penyangga yang merosot.

Seminggu telah berlalu ketika jembatan Cipamingkis di Jonggol patah dan turun permukaannya setelah tpondasi tiang penyangganya di bagian tepi jembatan merosot  akibat tergerus air sungai Cipamingkis. Kejadian tersebut berlangsung pada hari Kamis malam, 13 April. Hingga kini hampir sepuluh hari kondisi jembatan masih tertutup untuk kendaraan jenis apapun.

Hari Sabtu pagi, 22 April 2017, saya mengajak istri dan anak saya, meninjau lokasi jembatan yang tidak jauh dari rumah saya. Selama perjalanan menuju ke lokasi suasana lalu-lintas terasa sepi, terutama selepas pasar Jonggol. Mobilitas warga langsung menurun setelah jembatan tersebut ditutup.

Ketika sampai di lokasi jembatan tampak pada mulut jembatan telah terpasang penutup seng. Beberapa warga kampong setempat mengatur lalu-lalang sepeda motor yang hendak menuju ke Cariu, namun harus menuruni tebing setinggi 5 meter sebagai jalan pintas, untuk menyeberang sungai menuju ke jalan darurat di seberang sungai. Hal ini masih bisa dilakukan karena permukaan sungai Cipamingkis yang berbatu-batu masih dangkal. Penyeberangan ini tidak mungkin dilakukan bila sungai dalam keadaan meluap.

Usai melihat-lihat dari bawah jembatan  sambil membuat sketsa dan memotret kondisi kerusakan, saya lalu kembali menaiki tebing menuju ke tempat parkir sepeda motor. Saya tanya ke petugas parkir, apakah sudah ada pejabat pemerintahan yang datang meninjau jembatan. Diabilang bahwa gubernur Jawa Barat dan Bupati Bogor telah datang untuk mengecek kondisi kerusakan jembatan. Dari informasi seorang penjual makanan di dekat lokasi, jembatan Cipamingkis diresmikan pada tahun 1987. Sehingga hingga kini usianya telah tiga puluh tahun.

Jembatan terlihat patah dan miring .

Ketika melihat kondisi jembatan, saya amati aliran sungai hanya mengalir pada satu sisi, di sebelah tiang penyangga tengah (yaitu pada sisi kanan). Alur sungai di sebelah kiri tiang penyangga tengah telah ditutup dengan tanggul yang menyambung ke tiang penyangga tepi (di sisi kiri). Aliran sungai yang seharusnya terbagi dua akhirnya terkonsentrasi pada alur sebelah kanan. Saya membayangkan bila arus air sedang deras tentu lama kelamaan akan menggerus pondasi yang kini terbukti mengalami longsor. Apalagi jembatan tersebut dilakui oleh kendaraan berat pengakut pasir dan batu setiap hari.

Entah bagaimana cara memperbaiki jembatan itu dalam waktu cepat (?) berhubung jakur Cariu – Jonggol merupakan jalan raya vital sebagai alternative pemakai kendaraan besar dan kecil, khususnya yang menuju ke Cianjur dan Bandung.

Bila melihat kondisi tiang penyangga tengah yang masih utuh tampaknya perbaikan hanya cukup dengan mengganti tiang penyangga yang merosot, lalu menaikkan lagi bentangan jalan yang miring. Namun tentunya para insinyur teknik Sipil mempunyai pemikiran tersendiri untuk memperbaikinya.

Semoga segera ada tindakan darurat untuk memulihkan kembali kondisi jembatan Cipamingkis  sebelum arus mudik lebaran 2017 tiba.

Saya dan anak saya berfoto di bawah jembatan.

 Sabtu pagi, 22 April 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline