Lihat ke Halaman Asli

Tiga Jam di Kampus Sekolah Tinggi Perikanan

Diperbarui: 4 April 2017   18:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berhubung harus mengantar anak saya untuk ikut tes ke kampus Sekolah Tinggi Perikanan, akhirnya saya malah jadi tahu kondisi kampus STP.  Sewaktu datang pertama kali ke kampus STP, pada hari Sabtu, 21 Mei  2016, saya dengan istri saya bermaksud untuk melihat-lihat kondisi kampus yang bakal menjadi tempat sekolah anak saya. Waktu itu kami hanya dapat mengamati situasi kampus dari pos satpam. 

Kesan saya: kampus STP mirip dengan Akademi Militer, di  Magelang. Apalagi di pintu masuknya terdapat patung taruna dalam posisi ‘menghormat’ (hormat kepada tamu STP). Tampak sebuah lapangan upacara (sekaligus berfungsi sebagai lapangan sepakbola) berada di tengah-tengah kampus. Sejumlah bangunan dicat  warna  biru  berada di sekeliling lapangan.

Pada hari Senin, 24 Mei 2016, dan hari Selasa, 25 Mei 2016, istri saya kembali ke kampus STP untuk melakukan pendaftaran ulang guna mendapat nomor peserta ujian dan melengkapi berkas-berkas persyaratan pendaftaran.

Pada hari Minggu, 29 Mei 2016, saya sekali lagi datang ke kampus STP. Kali ini saya mengantar anak saya untuk mengikuti tes masuk berupa ujian tertulis. Anak saya kebagian jadwal hari terakhir, dalam ujian yang dibagi dalam tiga hari pelaksanaan ujian. Sebagai pengantar tentu saja saya diijinkan untuk duduk menunggu anak saya mengerjakan soal tes hingga usai. 

Saya gunakan waktu menunggu selama dua jam dengan berjalan-jalan menyusuri lorong-lorong kampus STP.  Kesan yang saya dapat sewaktu kunjungan  pertama semakin diperkuat pada kunjungan kedua saya, yaitu selain bernuansa mirip sekolah Akademi Militer, kondisi bangunan-bangunannya juga tampak sederhana. Bila saya membandingkan antara  kampus STP dengan kampus ITB (Institut Teknologi Bandung), yang memiliki kesamanan berupa kumpulan bangunan dalam sebuah area khusus,  maka kondisi bangunan-bangunan di kampus ITB sangat lebih bagus (!) daripada fasilitas bangunan di STP. Mungkin ITB memang menjadi ‘anak emas’ sehingga sangat  mudah memperoleh bantuan dana guna membangun gedung-gedung perkuliahan, laboratorium, dan seluruh fasilitas yang  mendukung keberadaanya sebagai perguruan tinggi  teknik yang ideal (!).

Namun meski tampak sederhana, STP kini menjadi sebuah sekolah akademi yang menjadi incaran para lulusan SMA karena  siswa yang diterima untuk bersekolah di kampus STP tidak dikenai biaya kuliah dan biaya-biaya tetek-bengek lainnya. Siswa-siswanya juga diharuskan tinggal di asrama yang terdapat di dalam kampus. Sudah dapat dipastikan bahwa para lulusan SMA dari keluarga tidak  mampu atau yang mempunyai ekonomi  pas-pasan akan berusaha mendapatkan fasilitas belajar di STP yang semuanya ditanggung  oleh negara. 

Faktor lainnya yang menarik minat untuk kuliah di kampus STP tentunya adalah kiprah Menteri KKP (Kementrian Kelautan dan Perikanan- selaku institusi negara yang menaungi Sekolah Tinggi Perikanan):Susi Pudjiastuti, yang kini sedang gencar mengkampanyekan untuk kembali mencintai dunia bahari serta menggali kekayaan laut Indonesia yang selama puluhan tahun diabaikan sehingga banyak dijarah oleh nelayan asing.

foto1982-574c4b18c122bd8d08f7834e.jpg

Kondisi kampus STP yang terlihat seperti kekurangan biaya untuk merenovasi bangunannya bagi saya malah tampak seperti gambaran fasilitas kampus di negara-negara sosialis. Meskipun diberi fasilitas seadanya namun STP diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang handal dalam bidang perikanan dan pemanfaatan kekayaan laut Indonesia.

Dua siswi SMA peserta tes ujian masuk STP.

Saya berkeyakinan bila anak saya diterima sebagai  siswa STP (pengumumannya kelulusan tes pada tanggal 30 Mei 2016, sore) maka dia akan mendapat ilmu dan praktek tentang ‘perikanan laut’ yang sangat memadai. Dalam kesederhanaan fasilitas belajar, keragamanan siswa-siswa yang  datang dari seluruh penjuru Indonesia, keseragaman pakaian ‘uniform’ untuk kuliah, serta nilai-nilai kebaikan yang  tercantum dalam baliho (di tepi lapangan sepakbola/ lapangan upacara), serta kebanggaan pada almamater, maka saya berkeyakinan bahwa saya telah memberikan warisan yang tepat baginya. 

Sebuah pendidikan yang terarah demi masa depannya dan masa depan Indonesia sebagai negara bahari yang menitik beratkan pada penggalian kekayaan laut bagi kesejahteraan rakyatnya.

Pasar Minggu, 29 Mei 2016.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline