Lihat ke Halaman Asli

Bos Besar dan Pelacur (Ingat Film Indonesia)

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Terkuaknya kegiatan pelacuran menggunakan fasilitas internet, membuat rakyat terperangah. Hal yang membuat kaget adalah ongkos membayar pelacur yang sangat besar. Tarif yang berjumlah 20 juta hingga 200 juta rupiah, untuk mendapat pelayanan selama beberapa jam di hotel kelas bintang lima, tentu jauh dari jangkauan pikiran rakyat kebanyakan yang hidup pas-pasan dengan penghasilan dibawah 2 juta rupiah sebulan.

Pelacur-pelacur kelas hotel bintang lima itu tentu bukan perempuan biasa. Mereka pasti memang sudah terkenal dalam dunia gemerlap kota besar, serta akrab dalam pergaulan jetset kelas borjuis yang bergelimang kemewahan dan dana uang cash yang tak pernah habis mengalir di kantong dan brankas pribadi mereka. Seperti apakah gaya hidup para laki-laki hidung belang pelanggan para pelacur tersebut sehingga rela membuang uang puluhan juta demi pemenuhan nafsu birahinya yang hanya sekejap (?)

Seorang budayawan dalam wawancara dengan sebuah stasiun televisi swasta beberapa hari yang lalu, berkaitan dengan pembunuhan seorang perempuan di tempat kosnya, mengatakan bahwa situasi saat ini sudah 'jebol'. Penggunaan alat komunikasi canggih (gadget) yang begitu massif menyebar hingga ke anak-anak dibawah umur akhirnya menjadikan mereka dewasa lebih cepat bahkan akhirnya terpancing untuk melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, yakni kegiatan pornografi.

Ungkapan budayawan itu memang terbukti benar. Beberapa hari setelah terjadinya pembunuhan tersebut, terkuaklah adanya kegiatan pelacuran yang melibatkan perempuan - perempuan model dan dunia hiburan. Moral memang sudah 'jebol'.

Perempuan-perempuan itu tentu bukan pihak yang bersalah sepenuhnya sebab mereka bersedia untuk melayani sebagai penghibur karena adanya iming-iming uang puluhan juta rupiah secara cepat dan mudah.

Dalam bisnis pelacuran tersebut yang menarik adalah latar-belakang orang-orang yang gemar berhubungan dengan pelacur tersebut. Sebesar apakah kekayaan mereka sehingga berani melepas puluhan juta rupiah untuk penyaluran hasrat seksualnya? Laki-laki hidung belang ini sepantasnya diberi hukuman social yang berat, karena telah membuang uang untuk tujuan maksiat tanpa perasaan dosa sama sekali.

Tarif pelacur sebesar 50 juta itu bisa digunakan untuk memperkeras jalan di perkampungan rumah saya, menggunakan cor semen, sepanjang 9 meter, lebar 4 meter, dan tebal 10 sentimeter, yang hingga kini masih berlangsung.

Ketimpangan hidup dalam masyarakat langsung bisa disaksikan dalam kasus pengungkapan pelacuran kelas hotel mewah tersebut. Pada satu sisi sebagian kelas papan atas bisa seenaknya membuang uang untuk tujuan pemuasan libido seksualnya, namun pada sisi lainnya masyarakat bawah masih harus berjuang sangat keras untuk menghidupi diri sendiri dan anggota keluarganya.

Fenomena itu bisa digambarkan seperti film-film Indonesia jaman dulu. Adegan yang sering ditampilkan, misalnya:  bos besar (pemeran tokoh antagonis, biasanya, adalah: WD Mochtar, Toro Margen, atau Eeng Saptahadi) sedang ditemani seorang perempuan cantik, sambil duduk di sofa, minum minuman keras, merokok, lalu sang bos besar mengeluarkan segepok uang dari dalam kopernya sambil mulutnya membisikkan sesuatu ke telinga perempuan. Pelacur yang dibisiki oleh bos kemudian tertawa terpingkal-pingkal sambil tangannya mengambil tumpukan uang yang diletakkan oleh bos di atas meja.

14 Mei 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline