Lihat ke Halaman Asli

Sigit R

masjid lurus, belok kiri gang kedua

UWTO Adalah Amunisi Ampuh di Pilwako Batam

Diperbarui: 21 Desember 2019   17:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi lahan di Kota Batam. Foto Antara/Joko Sulistyo

Dualisme birokrasi di Batam berakhir sejak pelantikkan Wali Kota Batam Muhammad Rudi sebagai ex officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam akhir September 2019 lalu. Rudi sebelumnya kerap menuding dualisme sebagai penghambat seretnya investasi masuk ke Batam.

Usai dilantik Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution resmi melantik Muhammad Rudi menjadi Kepala BP Batam di Jakarta, Jumat (27/9), Rudi langsung tancap gas. Secara resmi, dia mulai membagi waktu untuk berkantor di gedung pemko dan BP secara bergantian.

Salah satu yang kerap diutarakan Rudi sebelum menjabat wali kota adalah terkait pembebasan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) untuk lahan pemukiman di bawah 200 meter persegi. Dikutip dari pemberitaan sejumlah media di Batam, isu itu pulalah yang banyak mendatangkan dukungan. Tidak hanya dari masyarakat yang tinggal di kampung tua, tapi juga para warga di kompleks-kompleks perumahan. Pasalnya, akibat keterbatasan lahan, perumahan di Batam hanya dibangun dengan ukuran kecil-kecil saja.

Menjelang berakhirnya masa jabatan Rudi, isu pembebasan UWTO kembali mengemuka. Media massa mulai riuh memberitakan persoalan yang ternyata belum ada kejelasan itu. Sebagai janji politik, pembebasan iuran sewa tanah itu tidak begitu saja dapat ditunaikan.

Wakil Kepala BP Batam Purwiyanto, dikutip dari laman batampos.co.id juga mengaku belum ada pembicaraan lebih lanjut terkait pembebasan UWTO bagi sektor perumahan sederhana. Menurut dia, perkara UWTO tidak semata berkaitan dengan Kementerian Keuangan RI, namun juga dengan Presiden Joko Widodo.

"Belum ada pembicaraan dengan saya, belum tahu prosesnya, nanti saya pelajari dulu," ujarnya.

Namun Purwiyanto memberi harapan. Menurut dia, penghapusan UWTO untuk rumah dengan ukuran di bawah 200 meter persegi kemungkinan besar masih bisa terealisasi. Namun, belum pasti kapan waktunya.

Foto aerial kawasan industri di Batam. Foto Antara/Joko Sulistyo

Jika ditarik ke belakang, lahirnya Undang Undang Nomor 44 tahun 2007 yang menetapkan Batam Bintan dan Karimun sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Hal itu semula dimaksudkan untuk meningkatkan daya tarik  kawasan atau wilayah ekonomi khusus yang bersifat strategis bagi pengembangan perekonomian nasional.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 menyiratkan Otorita Batam (OB) beralih menjadi Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Kemudian dalam Hak Pengelolaan Tanah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2007 disebutkan Hak Pengelolaan atas tanah yang menjadi kewenangan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam beralih kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Berdasarkan jenis peraturan maka BP Batam mendapatkan hak pengelolaan lahan yang tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 41 tahun 1973 tentang daerah industri pulau Batam juncto Keputusan Presiden nomor 94 tahun 1998 serta Undang undang FTZ nomor 44 tahun 2007 serta PP nomor 46, 47, dan 48 tahun 2007.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline