Lihat ke Halaman Asli

Sigit Priatmoko

Dosen, Peneliti, Penulis Buku, Pegiat Literasi

Pendidikan Karakter melalui Sirah Nabi

Diperbarui: 16 Oktober 2022   21:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bulan ini merupakan bulan yang istimewa, sebab di bulan mulia inilah manusia paling agung sepanjang sejarah dilahirkan, beliau adalah Baginda Nabi Muhammad Saw. Hari kelahiran beliau selalu disambut dengan suka cita oleh umat Islam di segenap penjuru dunia. Lantunan shalawat dalam berbagai tradisi terus berkumandang di bulan ini. Hal tersebut jelas membuktikan betapa Nabi Muhammad Saw. begitu dicintai oleh umatnya, meski beliau telah berpulang 1444 tahun yang lalu.

Mungkin kita bertanya-tanya, apa sesungguhnya yang membuat Nabi Muhammad Saw. begitu dicintai umatnya? Mengapa kisah hidup beliau dipelajari, dianalisis, bahkan pembacaannya dijadikan sebagai tradisi mulia? salah satu jawabannya adalah karena akhlak beliau yang begitu agung. 

Allah menegaskan keagungan akhlak Nabi misalnya dalam surah Al-Ahzab ayat 21:

Artinya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.

Maka, bulan maulid ini patut menjadi momentum puncak bagi kita untuk melakukan refleksi sudah sejauh mana kita mampu meneladani beliau. Sudah sejauh mana kita membaca, menganalisis, dan memetik hikmah dari sirah beliau?

Nabi Muhammad Saw. dalam catatan sirahnya merupakan paket lengkap teladan bagi umatnya. Seperti dinyatakan oleh Dr. Said Ramadhan Al-Buthy dalam bukunya Fiqh as-Sirah an-Nabawiyyah Ma'a Mujaz Litarikh al-Khilafah al-Rasyidah, bahwa sirah Nabi menunjukkan potret beliau dari berbagai sisi, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat.

Nabi menjadi teladan sebagai pemuda yang berperilaku lurus dan terpercaya dalam mengemban amanah. Sebagai juru dakwah, Nabi memberikan teladan bagaimana mengajak orang pada kebaikan dengan cara yang bijak. Sebagai pemimpin negara, beliau mencontohkan bagaimana menjadi pemimpin yang cerdas dan bijaksana. Sebagai kepala keluarga, beliau mencontohkan bagaimana berlaku adil terhadap semua anggota keluarganya. Sebagai panglima perang dan politisi, beliau mencontohkan keberanian, kejujuran, dan kecerdikan.

Paket lengkap teladan yang telah disajikan ulama dan para sarjana atau cendekiawan dalam buku-buku tentang sirah Nabi selayaknya kita jadikan sebagai sarana dalam pendidikan karakter. Di tengah gempuran gelombang digitalisasi di era informasi ini, kehadiran role model atau suri tauladan kebaikan sangat diperlukan untuk membendung pengaruh negatif internet.

Seperti yang kita ketahui, selain membawa dampak positif bagi kemajuan kehidupan manusia, era digitalisasi juga membawa dampak yang destruktif. Meluruhnya akhlak merupakan salah satu dari dampak destruktif tersebut. Sebab itu, penguatan pendidikan karakter, utamanya yang berbasis nilai-nilai profetik perlu untuk kita kuatkan. Mari kita budayakan kembali membaca sirah Nabi. Biasakan anak-anak kita, adik-adik kita untuk membacanya. Baik melalui buku atau pembacaan maulid-maulid di masjid dan mushola. Jangan sampai nantinya kita meninggalkan generasi yang semakin jauh dari jalan menuju Tuhannya. Wallahu a'lam bishawab.

Sekian, semoga bermanfaat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline