Lihat ke Halaman Asli

Sigit Nugroho

Mahasiswa Universitas Andi Djemma Palopo

Urgensi Gerakan Intelektual Organik dalam Membangun Gerakan Mahasiswa di Indonesia

Diperbarui: 23 Desember 2024   20:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kegiatan Literasi oleh LMND Palopo

Massa tidak pernah haus akan kebenaran. Siapa pun yang bisa memberi mereka ilusi dengan mudah adalah tuan mereka; siapa pun yang mencoba menghancurkan ilusi mereka selalu menjadi korbannya."  -- GUSTAVO LE BON

Gerakan sosial adalah sebuah gagasan yang berangkat dari sebuah tradisi Marxis, pada dasarnya gagasan yang dikemukakan oleh para pemikir marxisme memiliki kesatuan teoretik dan telah menjadi bagian integral di dalam studi gerakan sosial sebagai suatu tindakan kolektif akan adanya eksploitasi terhadap kelas yang dikuasai (kelas proletar).

Kaum muda dengan dunia dan sepek terjangnya  dalam konteks perjuangan dan pergerakan menggiring bayangan kita tidak terlepas dari gerakan mahasiswa. Sejarah telah menyaksikan berbagai peristiwa besar didunia yang tidak lepas dari aktor Intelektual dibelakangnya. Kaum intelektual yang diwakili masyarakat kampus termasuk juga mahasiswa sering menjadi penggagas atau pelopor utama dalam setiap perubahan. Kenapa Mahasiswa? Karena kepentingan pertama dan utama yang diperjuangkan Mahasiswa adalah Nilai-Nilai yang sifatnya Universal seperti Keadilan Sosial, Kebebasan, Kemanusiaan, Demokrasi dan Solidaritas kepada rakyat yang tertindas.

Mahasiswa seringkali menjadi tulang punggung gerakan sosial yang berjuang untuk perubahan positif. Mereka aktif dalam demonstrasi, aksi protes, dan kampanye sosial yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat, memperbaiki kebijakan publik, atau melawan ketidakadilan. Partisipasi dalam gerakan sosial memberikan suara yang kuat bagi mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi mereka dan berkontribusi pada perubahan sosial.

Di Indonesia sendiri Gerakan sosial dan sejarah gerakan mahasiswa, selalu dibangun atas dasar kesadaran kritis para Mahasiswa sebagai agent perubahan dan selalu berada pada kelompok tertindas. Tercacat dalam sejarah kolonisasi hingga hari ini, Mahasiswa masih gandrung untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat dan bangsa. Pada tahun 1908 berdirinya organisasi Budi Utomo, 1928 lahirnya deklarasi Sumpah Pemuda, 1945 terjadi peritiwa Rangesdengklok yang diinisiasi oleh pemuda, Peristiwa Tritura pada tahun 1966, 1990 kebijakan NKK/BKK dicabut, gerakan reformasi 1998 da gerakan mahasiswa lainnya yang diinisiasi di beberapa wilayah di Indonesia.  

Gerakan sosial Mahasiswa di Indonesia terjadi karena mereka menganggap ada yang timpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Akan tetapi dewasa ini gerakan mahasiswa semakin meredup dan kian mengalami degradasi. Hal ini dibuktikan dengan beberapa gerakan yang akhir-akhir ini dilakukan oleh Mahasiswa yang tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan, gerakan sosial yang dibangun pada tahun 2019 dari kelompok Mahasiswa Se-Indonesia dengan kelompok Buruh yang tidak mencapai hasil dengan disahkannya UU Omnibus Law melalui Perpu nomor 2 tahun 2022 menjadi UU Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta kerja pada 31 Maret 2023.

 Tidak sampai disitu bahkan akhir-akhir ini berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak berdasarkan atas nilai-nilai keadilan tidak mendapat respon dari kelompok gerakan sosial, Mahasiswa yang diharapkan sebagai pelopor gerakan sosial karena merekalah yang selalu hadir pertama kali sebagai mitra kritis dari pemerintah ketika ada kebijakan yang tidak berdasarkan nilai-nilai keadilan tersebut juga seolah tidur.

Ada banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya degradasi gerakan sosial ini salah satunya adalah arus modernisasi yang terjadi begitu cepat yang menyebabkan gerakan mahasiswa cenderung regresif dan menjelma menjadi gerakan yang cenderung didorong untuk memenuhi kebutuhan lifestyle semata tanpa didorong oleh kesadaran kritis dari mahasiswa. Tuntutan media sosial menjadi penyebab adanya pemenuhan gaya hidup.

Selain kecenderungan tersebut modernisme menurut Anthony Giddens lewat bukunya The consequences of modernity (1989)  memandang bahwa modernisme saat ini mengalami disorientasi yang justru menimbulkan petaka bagi umat manusia. Pertama penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa, kedua penindasan atas yang kuat dan yang lemah, ketiga ketimpangan sosial yang makin parah, serta kerusakan hidup yang semakin mengkhawatirkan.

Bahkan modernisasi yang telah merambah ke segala sektor termasuk juga ruang publik ini lebih mampu dimanfaatkan oleh kaum kapitalis untuk melakukan hegemoni. Melalui pergeseran ruang publik tersebut hegemoni kaum kapitalis semakin berjalan sempurna dengan memanfaatkan media sosial, media massa, lifestyle (gaya hidup),dll.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline