[caption caption="Totti belakangan dicoret sang pelatih, Luciano Spalletti"][/caption]Pencinta Liga Italia SERIE A TIM tentu masih ingat kisah perseteruan pemain gaek sekaligus legenda klub AS Roma Fransesco Totti dan pelatih Luciano Spalletti, di mana sang pelatih tak bisa lagi memberinya tempat di skuad utama karena menurunnya kecepatan dan performa Totti mengingat usianya yang telah mencapai 39 tahun, dan Spalletti menginginkan permainan cepat yang akan menguras fisik.
Sang Pangeran Roma tak nyaman dengan kondisi yang memaksanya terus duduk di bangku cadangan dan tak melakukan apa-apa untuk klub yang dicintainya, hingga sempat terjadi sedikit kisruh dengan sang pelatih yang membuatnya harus dicoret dari daftar skuad dalam partai melawan Palermo yang dimenangi Roma 5-0. Totti tak bisa ikut menikmati kegembiraan rekan-rekannya karena ia hanya bisa melihat dari tribun stadion sebagai penonton. Sangat mengenaskan, dan saya melihatnya sebagai pemandangan yang tak bisa dipercaya. Seorang Fransesco Totti, pujaan hati seantero ibukota Italia, tak mendapat tempat di tim, dan harus duduk di tribun sebagai penonton biasa?
[caption caption="Totti hanya bisa menonton klubnya di tribun penonton setelah dicoret dari tim"]
[/caption]Hal ini memicu kritikan dari berbagai pihak dari luar AS Roma. Klub Italia dengan jumlah gelar juara terbanyak, Juventus, bahkan menyarankan Roma untuk lebih menghargai legendanya seperti tradisi yang telah dilakukan klub kota Turin itu. Juventus telah beberapa kali melakukan decent thing, hal yang sepatutnya dilakukan sebagai balas budi kepada pemain yang telah berjasa. Pavel Nedved dan Del Piero pernah merasakannya.
Saat kontraknya hampir habis, Alessandro Del Piero diberi kehormatan berupa perpanjangan semusim oleh Presiden Juventus, Andrea Agnelli mengingat jasa-jasanya selama berada di Juventus. Perlu dicatat, Juventus bukanlah klub satu-satunya yang pernah ia bela. Agnelli juga memberikan jabatan pada Pavel Nedved, salah satu legenda Juventus, salah satu gelandang terbaiknya, sebagai Wakil Presiden klub.
Fransesco Totti sebagai pahlawan kebanggaan Roma berhak mendapat lebih dari itu. Saya menghargai Presiden AS Roma yang masih menghargainya, sekaligus kecewa pada pelatih Spaletti yang tak bisa memberinya kesempatan bermain sebagai penghormatan, malah mencoretnya dalam partai melawan Palermo. Untunglah, hubungan Totti dan Spalletti telah mencair, bahkan sang pelatih menyarankannya untuk, kelak, berada di jajaran official seperti Ryan Giggs di Manchester United atau bahkan wakil Presiden klub seperti halnya Nedved di Juventus.
[caption caption="Pavel Nedved (kiri) ditunjuk oleh Presiden Juventus Andrea Agnelli jadi wakilnya"]
[/caption]Beda klub beda cerita. Yang paling mengherankan adalah nasib legenda AC Milan, Paolo Maldini. Berkontribusi pada klubnya sejak usia belasan tahun hingga kepala empat, Maldini tak mendapatkan tempat di Milan setelah pensiun. Maldini tak mengharapkan untuk menjadi pelatih klub yang telah dibelanya sepanjang karier sepakbolanya karena saking cintanya pada AC Milan. Menjadi pelatih berarti siap untuk berpindah-pindah klub. Ini yang tak diinginkan Sang Legenda.
Milan memang memberikan penghargaan terhadap jasa Maldini dengan memensiunkan nomor punggung 3 yang dikenakannya selama 24 tahun bermain. Selain itu, Milan juga masih memakainya di Tim AC Milan Glorie, tim dengan komposisi pemain legenda untuk menjalani tur antarbenua dalam rangka promosi klub atau charity programme.
Namun, mengingat kontribusi Maldini sebagai pemain yang melegenda, sebagai kapten klub yang telah memberikan berbagai gelar, Maldini pun berhak mendapat lebih. Yang paling mengherankan adalah tidak ditariknya Maldini ke jabatan-jabatan strategis dalam klub, hal yang lazim dilakukan klub-klub untuk meng-upgrade soliditas dan vitalitas kepengurusan. Maldini berhak mendapatkan posisi sekaliber direktur olahraga di AC Milan, atau posisi apa pun yang membuatnya berarti dan bisa membagikan ilmu, pengalaman, visi bermain, dan motivasi kepada para pemain Milan masa kini - paling tidak itu yang diungkapkan Maldini.
Ketidakcocokan CEO Milan Adriano Galliani dengan Maldini disebut-sebut sebagai pemicu yang membuat sang legenda tersisih dari kepengurusan Milan. Maldini bahkan sempat mengeluarkan statement bahwa sang CEO tidak memiliki pengetahuan cukup tentang sepakbola, yang membuat AC Milan terpuruk beberapa musim belakangan ini.
[caption caption="Galliani dan Maldini - CEO dan Legenda AC Milan, ketidakcocokan antara keduanya membuat jasa Maldini tak dibutuhkan"]
[/caption]Tiap klub memiliki visi-misinya sendiri, memiliki 'ruh', spiritnya masing-masing, dan kepentingannya masing-masing yang pastinya memengaruhi kebijakan yang diambil. Ketiga klub Liga Italia (Juventus, Roma, dan Milan) telah menggambarkan bagaimana mereka memperlakukan legenda masing-masing. Saya, meskipun sebagai Milanisti, mengapresiasi apa yang dilakukan Agnelli di Juventus terhadap Nedved dan Del Piero, dan berharap Milan nantinya akan memperbaiki kebijakan dan melakukan decent thing seperti halnya Juve.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H