Lihat ke Halaman Asli

Sigit Budi

TERVERIFIKASI

Content Creator

Transparansi Hasil Seleksi PPDB Online Jalur Zonasi Diragukan

Diperbarui: 2 Juli 2019   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kebijakan penerimaan siswa baru berdasarkan zonasi dahulu bernama rayonisasi menuai kontroversi di masyarakat, pasalnya pelaksanaan program ini mendapat banyak kritik dari orang tua calon siswa. Bahkan Presiden Jokowi sendiri juga mengakui kebijakan ini memang di lapangan banyak masalah yang perlu dievaluasi. Sistim penerimaan siswa baru berdasarkan  metode zonasi mempunyai tujuan luhur untuk pemerataan akses dan kualitas pendidikan bagi anak bangsa. Meski kebijakan ini sudah memasuki tahun ketiga (dikeluarkan tahun 2017) masyarakat dan para calon orang murid belum semua memahami mekanismenya. 

Apa saja kriteria penilaian untuk rekruitmen siswa dengan jalur zonasi, menurut Permendikbud No.51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2019/2020seleksi calon siswa didasarkan atas jarak, nilai UN, usia peserta didik dan waktu mendaftar. Proses pendaftaran siswa baru untuk jenjang pendidikan SD, SMP, SMA dan SMK dilaksanakan secara online atau dikenal dengan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online. Meski sudah masuk tahun ketiga tata cara PPDB  berbasis zonasi belum serentak dilaksanakan di seluruh Indonesia mengingat keterbatasan fasilitas dan sumber daya pendidikan pada tiap daerah. 

Persoalan yang muncul di lapangan adalah soal kriteria pemeringkatan PPDB online berdasarkan parameter apa ? Jarak, usia, nilai UN atau waktu mendaftar ? Kebijakan ini ternyata bisa beragam untuk tiap propinsi, Dinas Pendidikan (Disdik) di Jakarta menetapkan pemeringkatan siswa atas dasar nilai UN sebagai kriteria utama, sedangkan di provinsi Jatim berdasarkan pada jarak domisili siswa dengan sekolah. Ternyata empat kriteria di atas tidak bisa diberlakukan secara baku tergantung kondisi geografis dan fasilitas pendidikan di daerah tersebut. 

Praktek Kecurangan

Sejak kebijakan zonasi  muncul fenomena memalukan di masyarakat untuk mengakali sistim ini saat PPDB agar dapat memasukan anaknya masuk sekolah tertentu, salah satunya lewat jalur afirmasi yang membuka peluang warga miskin, disabilitas. Peluang ini dimanfaatkan masyarakat lewat Surat Keterangan Tanda Miskin (SKTM) saat verifikasi berkas di sekolah. Fenomena ini akibat masih terbawanya sebagian orang tua siswa masih menginginkan  anak mereka dapat bersekolah di sekolah tertentu atau favorit

Padahal idealisme kebijakan zonasi sangat mulia, seperti dikemukakan Amzulian Rifai,  Ketua Ombudsman kebijakan ini  berdampak positif karena dapat menghilangkan fenomena sekolah   favorit yang rentan pungli seperti kasus jual beli kursi , manipulasi kartu  keluarga seperti dilansir Instagram  diskusi media FMB9. 

Isu mengemuka di tengah masyarakat berkait dengan PPDB Online jalur zonasi adalah soal keterbukaan (transparansi) pemeringkatan calon siswa yang lolos seleksi, pokok masalahnya sistim di PPDB online hanya mencantumkan nilai UN. Sedangkan parameter jarak rumah dengan sekolah tidak dicantumkan pada papan pengumuman hasil seleksi sehingga menimbulkan kecurigaan dari calon orang tua siswa.


Keadilan akses pendidikan di Indonesia masih belum sepenuhnya merata dalam hal layanan dan fasilitas pendidikan, misalnya perbandingan komposisi jumlah SD dengan SMP atau SMP dan SMA di suatu wilayah sering tidak seimbang. Contohnya jumlah SMP negeri lebih banyak dari jumlah SMA Negeri, akibatnya tidak semua lulusan tertampung ke sekolah negeri. Padahal calon siswa yang tidak lolos seleksi nilai UN di sekolah negeri juga mempunyai hak setara dengan calon siswa dengan nilai UN yang lolos. 

Kebijakan zonasi sekolah bakal terhambat juga karena lokasi sekolah tidak tersebar merata, selain itu kebijakan zonasi ini belum melibatkan sekolah swasta dan sekolah keagamaan. Dampaknya calon siswa dengan domisili jauh dari sekolah negeri tapi dekat dengan sekolah swasta atau keagamaan bakal sulit mencari sekolah. Mau tak mau meneruskan pendidikan lanjutan ke sekolah terdekat karena tidak dapat masuk sekolah negeri, padahal calon siswa tersebut juga memiliki hak belajar dibiayai oleh negara.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline