Lihat ke Halaman Asli

Sigit Budi

TERVERIFIKASI

Content Creator

Arus Balik dan Pengerahan Massa Jelang Sidang MK

Diperbarui: 9 Juni 2019   19:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Arus Balik di Stasiun Kereta Senen (foto : dok.Kompas.com)

Gerak - gerik upaya kembali mengerahkan massa ke DKI Jakarta kembali sudah tercium Kepolisian. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo seperti dilansir Republika (9/06/2019) menyatakan Polri tengah memantau isu adanya gerakan massa tersebut.

Upaya ini bila benar sangat cerdik, Kepolisian dan aparat keamanan bakal kerja ekstra keras untuk menyaring gelombang massa arus mudik dari daerah. Secara hukum siapa pun berhak datang ke ibukota tanpa harus menunjukan identitas diri. Berbagai alasan pun bisa dirangkai sebagai pembenaran massa masuk ke DKI Jakarta. Salah satu alasan logis adalah mengaku sebagai buruh bangunan, pasalnya saat ini di Jakarta banyak proyek fisik.

Coba kita perhatikan pernyataan Gubernur DKI Jakarta saat ditanya soal Operasi Yustisi bagi pendatang yang rutin dilakukan Pemda DKI Jakarta. Pada tahun ini Anies ogah menyelenggarakan operasi ini dengan dalih dia tak mau ada anggapan bahwa perantauan yang ingin tinggal di Jakarta adalah orang miskin, seperti dilansir Tempo (2/06/2019).

Pada satu sisi alasan Anies masuk akal dan manusiawi, bahkan Anies akan meluncurkan Program Bina Kependudukan. Salah satu metodenya untuk pembinaan ini adalah pemberian KTP Sementara untuk para pendatang (urban). Memang menarik ide Anies tersebut bila tak dikaitkan dengan konteks politik.

Menyatakan pendapat Anies tersebut steril dari masalah politik saat ini juga tidak adil. Menolak lupa, setelah pelantikan sebagai Gubernur DKI Jakarta, Anies membuka Monas untuk kegiatan keagamaan. Nah, kelompok mana yang diuntungkan dari kebijakan ini?

Tentunya adalah kelompok yang punya agenda politik mengerahkan massa dengan dalih acara keagamaan. Ternyata sangat minim minat organisasi agama diluar kelompok Anies beracara di Monas.

Soal isu pengerahan massa dengan menunggangi event arus balik Lebaran, saya yakin sudah satu rangkaian rencana rapi. Seperti halnya event politik dibalut keagamaan dengan melibatkan massa besar yaitu Reuni 212 pada 3 Desember 2018 lalu.

Padahal semasa Ahok Monas tertutup untuk kegiatan massal dengan kawasan tersebut cagar budaya yang perlu dilindungi. Larangan itu diatur dalam beberapa peraturan seperti Keppres No 25 tahun 1995, SK Gubernur DKI Jakarta No 150 tahun 1994 yang diperluas pada SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 14 tahun 2014. Setelah Anies-Sandy terpilih, peraturan itu direvisi.

Tebakan saya saat itu Anies bakal menyiapkan prasarana untuk memuluskan kampanye terselubung dari Prabowo yang sering dibungkus acara keagamaan. Ternyata tak salah, pendukung Anies dari kelompok 212 memanfaatkan Monas sebagai lokasi Reuni 212.

Paska kerusuhan 21-22 Mei lalu, Anies.pun bertindak cepat menangani korban kerusuhan yang dipicu oleh provokasi Prabowo tolak hasil Pilpres. Dengan anggaran APBD, Pemda DKI Jakarta memberikan pengobatan dan perawatan kepada massa dari luar Jakarta di RS Pemerintah DKI Jakarta.

Seakan Pemda DKI Jakarta tak peduli terhadap kerugian pedagang Tanah Abang, pemilik bisnis di kawasan Jalan Thamrin dan Sabang yang merugi banyak. Tak satu pun pernyataan dari Pemda DKI Jakarta merilis kerugian material akibat kerusuhan tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline