Tampilnya Emmanuel Macron sebagai Presiden mengejutkan dunia politik di Perancis, pasalnya Macron sukses menjadi orang nomer di usia cukup muda yakni 39 Tahun (2017). Siapa tak terkejut, ia mengalahkan politisi kawakan dari sayap kanan Marine Le Pen dengan suara 66 persen. Sosok seperti Macron, muda, cerdas, populer penampilan menawan dan kaya di jagat politik menjadi idola baru era sekarang.
Sandiaga pun memenuhi kriteria tersebut, persoalannya memimpin sebuah negara cukup dengan performa fisik, tapi juga keuletan, ketulusan dan lebih baik ada pengalaman panjang memimpin birokrasi.
Biasanya idealisme politisi luntur setelah meraih tujuan, seperti halnya Macron mendapatkan banyak kritik karena kebijakan-kebijakan ekonomi nasional pro ke pengusaha teman-temannya dulu. Padahal saat kampanye ia menjanjikan lapangan kerja dan melindungi warga Perancis dari serangan teroris yang gencar saat Presiden sebelumnya Franois Hollande memerintah.
Saya teringat dengan janji Sandiaga Uno saat kampanye di Pilgub 2017 kepada warga Jakarta dengan memberikan rumah sangat murah dan membantu UMKM lewat program OK OC. Setelah 9 bulan menjabat Cawagub tak terdengar lagi realisasinya, bahkan terdengar kabar pihak Pemda DKI Jakarta tidak jadi memberikan pinjaman modal dan peserta program ini hanya diberi rekomendasi untuk mengambil kredit di Bank.
Demikian pula dengan janji menyediakan rumah murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah setara UMR pun tak terealisasi, faktanya rumah yang dijanjikan hanya dapat dibeli kalangan menengah.
Lho, kalau program OK OC tak lebih baik dari program Kementerian UKM dan Koperasi yang membina pengusaha kecil dan koperasi dari pelatihan dan permodalan, maksud saya program OK OC bukan program genuine untuk mengurangi pengangguran apalagi kemiskinan. Hasil program OK OC akhirnya senyap dari perbincangan masyarakat, pastinya jaringan gerai toko OK OC yang dulu diandalkan Sandi sangat sulit ditemui di sudut-sudut Jakarta.
Saya hanya ingat sesaat setelah dilantik Sandi membuka gerai di salah satu kuliner dan ritel di salah satu kantor kecamatan di Jakarta, setelah itu tak terdengar lagi realisasinya.
Begitu Sandi mencalonkan diri sebagai Cawapres dari Capres Prabowo, progam OK OC diusung lagi sebagai program andalan, pertanyaannya adalah dalam skala mikro saja program ini gagal, bagaimana Sandi mengelolanya secara nasional ? Sudahlah itu urusan Sandi, saya hanya melihat ketidakmatangan program inisiasi dari Sandi ini, baru satu program saja sudah berantakan.
Coba kita tengok hasil kerja Joko Widodo saat menjabat kepala pemerintahan, dari Wali Kota sampai Gubernur meninggalkan jejak -jejak monumental, saat menjabat Walikota Solo selama hampir 2 periode kota ini dikenal 10 kota di Indonesia yang layak huni. Belum lagi penghargaan - penghargaan lainya, jelasnya sebagai orang Solo saya menyaksikan secara langsung hasil kerja Joko Widodo mulai dari layanan publik, sarana pendidikan, sistim perijinan terpadu dan meningkatnya investasi di kota ini.
Apa yang ditinggalkan Sandiaga di Jakarta ? Poin dari tulisan ini mengajak masyarakat bijak memilih calon pemimpin pada Pemilu 2019 ini agar kita tak sandera oleh konstitusi harus mentaati kebijakan kepala pemerintahan yang tidak becus.
Sandiaga dan Prabowo setali tiga dalam pengalaman memimpin masyarakat sipil,andaikan mereka dulu berprestasi lingkupnya hanya bidang mereka saja. Sandi sukses sebagai pengusaha dan Prabowo di dunia militer meski ada faktor keberuntungannya, Sandi adalah tangan kanan keluarga pendiri Astra dan Prabowo menantu orang nomer satu rezim Orde Baru.