Lihat ke Halaman Asli

Sigit Budi

TERVERIFIKASI

Content Creator

Orang Boyolali Tak Marah Bila Wajahnya Diidentikan Wajah Sukses

Diperbarui: 7 November 2018   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Boyolali, Kabupaten terletak di wilayah eks-Karisidenan Surakarta. Sejak saya kecil , daerah ini sudah dikenal sebagai penghasil susu murni, banyak peternakan sapi di wilayah ini. Topografi alam Boyolali memang sangat mendukung budi daya susu sapi, terletak di lereng gunung Merapi , udaranya sejuk dan bertanah subur.

Meski begitu, warga Boyolali banyak juga yang merantau, terutama ke kota - kota besar di Jawa Tengah, secara tradisional ke kota Solo, Semarang, dan DI. Yogyakarta. Ketiga kota itu jaraknya paling lama 3 jam perjalanan dengan mobil atau bus, paling dekat ke kota Solo hanya  1 jam perjalanan paling lama. 

Tak heran banyak perantau asal Boyolali sukses di bidang pemerintahan atau bisnis. Nama Boyolali juga pernah masuk catatan sejarah pada kekisruhan politik tahun 1965, DN. Aidit petinggi PKI dieksekusi oleh militer di salah satu sumur tua di wilayah ini setelah ditangkap di kota Solo.

Media nasional dan medsos kembali mencuatkan nama Boyolali ke ruang publik setelah capres Prabowo mengkomentar tentang tampang (muka / wajah) orang  Boyolali yang identik dengan kemiskinan sehingga tak layak masuk hotel berbintang. Sebagai orang Jawa yang selama 25 tahun tinggal di Kota Solo, ucapan Prabowo adalah sebuah penghinaan. Mengingat wajah/muka  merupakan bagian dari kepala adalah bagian tubuh yang dijunjung tinggi / sakral bagi orang Jawa dan orang Indonesia.

Barangkali orang - orang Boyolali tidak semarah seperti saat ini bila wajah Boyolali diidentikan dengan wajah orang sukses. Memang contohnya sudah banyak, Presiden Jokowi juga keturunan orang Boyolali, saya mendapatkan informasi ini dari salah satu sepupu Presiden yang menjadi anggota DPRD Kabupaten Boyolali, bukan dari media. 

Mestinya timses Prabowo diisi dengan salah seorang motivator agar dalam tatap muka dengan publik jagoan mereka bisa menginspirasi. Alih - alih memberikan motivasi,sebaliknya Prabowo dan Sandi lebih banyak menebar pesan - pesan menakuti dan membuat kegaduhan tak perlu. 

Tim sukses Prabowo - Sandi (PAS) awalnya menganggap tidak perlu minta maaf kepada warga Boyolali, baru setelah warga Boyolali dipimpin Bupatinya Seno Samudro protes keras akhirnya Prabowo sendiri minta maaf. Di media sosial isu ini terlanjur viral, muncul tagar #SaveBoyolali sebagai hashtag di Twitter, Facebook dan Instagram. 

Reaksi timses PAS justru sebaliknya, mereka ancam menuntut secara hukum gerakan ini, seperti dikemukakan Ferry Juliantoro kepada media. Apakah rekasi timses PAS ini justru makin memperdalam kebencian masyarakat Boyolali kepada Prabowo?

Bila melihat timses Prabowo, ada pensiunan Panglima TNI Djoko Santoso nota bene Ketua Timses PAS, putra daerah kelahiran Solo mestinya paham soal budaya orang Solo dan sekitarnya termasuk Boyolali. Sebelum kemerdekaan, Boyolali masuk  wilayah Kerajaan Mataram Surakarta yang dipimpin Paku Buwono (PB), dimana adat istiadat termasuk tata krama menjadi kiblat warga kerajaan, termasuk soal tata krama berkomunikasi  sebagai tamu dan tuan rumah.

Pernyataan Prabowo kepada masyarakat Boyolali jelas menunjukkan  sikap merendahkan diri tuan rumah, siapa pun tuan rumahnya bila direndahkan akan tersinggung atau marah. Sebagai orang pintar, Prabowo seharusnya tahu batas etika dan budaya setempat daerah yang dikunjungi. Jaman sekarang orang pintar atau pandai makin banyak, tapi orang yang pintar dan arif bijaksana tinggal segelintir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline