Lihat ke Halaman Asli

Sigit Budi

TERVERIFIKASI

Content Creator

Mencari RS Rujukan Tak Lagi Seperti Mencari Jarum di Jerami

Diperbarui: 5 Juli 2018   16:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Antrian Pasien di RS (dok.Kompas.com)

Suatu ketika ayah mertua tiba - tiba jatuh pingsan ketika beribadah di gereja, kami anak - anaknya bergegas membawa ke sebuah rumah sakit milik pemerintah di seputaran Cawang, Jakarta Timur. 

Riwayat penyakit ayah mertua cukup gawat, ada jantung dan stroke plus kelemahan fisik karena usia sudah berkepala delapan. Lengkap sudah, untunglah ayah mertua pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) sehingga kami tak cemas bila terjadi hal - hal yang tak diinginkan seperti saat itu. Setibanya di RS, kami membawa ayah mertua ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), meski harus mengantri cukup lama, sebab hari itu hari Minggu, petugas medis di IGD tidak semua masuk. Kebetulan hari itu calon pasien di UGD cukup banyak, dan petugas medis terlihat cukup kewalahan menangani pasien.

Giliran ayah mertua tiba, setelah di-observasi oleh dokter jaga yakni dokter umum dan spesialis penyakit dalam dinyatakan bahwa ayah mertua perlu penanganan lebih lanjut oleh dokter sub spesialis Penyakit Dalam. Disinilah persoalan muncul, rumah sakit sebesar itu ternyata tak memiliki dokter yang dibutuhkan. 

Menurut petugas medis di IGD, ayah mertua akan dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki dokter dengan kompetensi yang diperlukan. Buat saya pribadi tak masalah, saya pikir mudah mencari rumah sakit rujukan bagi pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS).

Sesuai saran petugas IGD, kami bisa mencari rumah sakit sendiri untuk perawatan lebih lanjut ayah mertua kami, dan petugas itu menerbitkan surat rujukan buat kami. Selain itu, sang petugas juga menyarankan bila kami sabar akan membantu mencarikan RS yang sesuai lewat jalur mereka. 

Awalnya saya optimis, daripada menunggu pihak UGD mencarikan, kami mencari sendiri dengan mendatangi rumah sakit pemerintah terdekat. Mulai dari RS milik Pemda DKI Jakarta, RSPAD, RSCM, RS Carolus, RS Hermina Jatinegara, ternyata tak satu pun bisa menerima ayah mertua dengan berbagai alasan.

Alasan pertama tidak ada dokter sub spesialis di RS tersebut, kedua kuota rawat inap untuk pasien KIS penuh dan masih banyak yang antri, ketiga dokter sub spesialis di RS tersebut tidak masuk dalam daftar dokter BPJS. Hampir setengah hari kami mencarikan RS untuk rawat inap mertua kami, tapi tanpa hasil, alhasil kami merelakan ayah mertua kami diinapkan sementara di ruang rawat sementara IGD RS tadi. 

Sampai keesokan harinya pun kami tidak mendapatkan kepastian RS yang bisa menampung ayah mertua kami, akhirnya kami putuskan ayah mertua dipindahkan ke RS Swasta dengan biaya sendiri. Untunglah selama di UGD semua biaya ditanggung oleh BPJS sehingga kami sedikit lega.

Dari pengalaman ini, saya sempat berpikir kalau di kota sebesar Jakarta saja begitu sulit mencari RS yang lega kuota untuk pasien KIS - JKN, bagaimana di daerah - daerah lain. Suatu informasi menurut saya penting, di komputer petugas IGD diinformasikan ada kuota untuk pasien KIS-JKN ketika didatangi ternyata tidak ada kuota, seperti yang terjadi di RSCM. 

Petugas GERMAS dari Kemenkes yang berada di meja penerimaan pasien pun menginformasikan ruang rawat inap untuk pasien Universal Health Care (UHC) / KIS di RS pemerintah itu pasiennya antri dari berbagai rujukan RS.

Rujukan Online BPJS

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline