Meski Pemilu telah terselenggara ke sekian kali sejak pertama kali tahun 1955, tak dipungkiri tiap Pemilu selalu tuduhan ke penyelenggaran event ini selalu sama, yakni "tidak adil dan jujur".
Sumber persoalan Pemilu bermula dari penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), masa kampanye, "D Day" pemungutan suara, penghitungan suara dan saat pengumuman hasil. Tidak mudah bagi penyelenggara memuaskan semua pihak, baik peserta pemilu (partai politik), pemilih dan stakeholder lainnya.
Pada sisi lain, kita tak bisa berdiam diri terhadap indikasi praktik-praktik kecurangan pemilu terjadi pada setiap tahap penyelenggaraan.
Untuk mewujudkan Pemilu berkualitas, KPU, Bawaslu, Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, keterlibatan masyarakat sipil dan elemen-elemennya memberikan kontribusi besar.
Memang tidak ada penyelenggaraan pemilu 100% tanpa kritik, tanggung jawab semua pihak untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang lebih baik. Salah satu cara meningkatkan kualitas Pemilu melalui transparansi proses penyelenggaraan yang saat ini sudah dilakukan. Perjalanan proses kontestasi politik ini bisa dipantau semua pihak lewat jaringan teknologi informasi setiap saat dan di manapun juga.
Pekerjaan besar dari penyelenggara Pemilu adalah menggalang kepedulian dan keterlibatan emosional calon pemilih terhadap proses ini secara nyata. Mengapa hal ini menjadi penting?
Partisipasi calon pemilih dan kualitas proses Pemilu adalah indikator utama sebuah kegiatan Pemilu dikatakan sukses, dan memenuhi syarat "Jujur dan Adil". Sedang hasil dari proses tersebut adalah dampak dari proses transparan yang dipantau intensif oleh segenap pihak termasuk calon pemilih.
Pada kontestasi politik 2019 ada perubahan signifikan persentase calon pemilih, di mana jumlah calon pemilih muda cukup besar dibandingkan pemilu sebelumnya. Sebenarnya tidak mengherankan, menurut proyeksi demografi nasional dari Badan Pusat Statistik, Indonesia sedang menuju kondisi bonus demografi di mana persentase jumlah usia produktif akan mencapai sekitar 60 persen dari total populasi pada tahun 2035.
Berdasarkan laporan Kompas.com (15/12/2017), Kemendagri mencatat ada 7 juta tambahan pemilih pemula yang pada bulan April 2019 berusia 17 tahun. Bukan angka sedikit, jumlah tersebut menyamai suara salah satu partai saat ini, mereka inilah calon-calon pemilik masa depan bangsa ini. Dalam tulisan ini mengangkat peran pemilih pemula dan pemilih muda dalam mensukseskan Pemilu "Juru dan Adil".
Pendekatan ke Pemilih Muda
Direktur Program Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) Sirajudin Abbas dalam sebuah diskusi berjudul Menakar Cawapres 2019" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (9/11/2017) pernah mengingatkan pentingnya peran dan potensi pemilih muda. Menurut Abbas, jumlah pemilih muda dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai besaran 55 % dari jumlah calon pemilih.