Lihat ke Halaman Asli

Sigit Budi

TERVERIFIKASI

Content Creator

Kebijakan Percepatan Infrastruktur Mulai Menimbulkan Was-was

Diperbarui: 29 Agustus 2016   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Proyek pembangunan Tol Cileunyi Sumedang Dawuan (Cisumdawu) seksi I di Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Minggu (20/12). Panjang tol seksi I sekitar 12 kilometer dan baru diselesaikan sekitar 35 persen. Panjang jalan total 60,27 kilometer dan ditargetkan selesai 2019. (KOMPAS/LUCKY PRANSISKA)

Kritik terhadap pemerintahan Jokowi - JK mengenai pembangunan infrastruktur mulai menuai kritik, dimulai dari Mantan Presiden SBY di tahun pertama rezim Jokowi -JK. Kini menteri keuangan yang baru meski muka lama, mulai memangkas anggaran, dengan detail dan teliti, Bu Ani, panggilan akrab Sri Mulyani menyisir per item anggaran, konon tim Bu Ani berhasil menghemat dana ratusan triliun dari kegiatan ini. 

Di sisi lain, program amnesti pajak, yang merupakan kebijakan mercusuar di bidang keuangan, juga masih dari keberhasilan, target ribuan baru tercapai puluhan triliun, saya tidak tahu berapa progress terakhir dari kebijakan yang dikawal oleh beliau Presiden Jokowi. Dalam pemikiran saya, Presiden asal Solo memang cenderung "keras kepala", meski mendapat kritik-kritik tajam, tapi "keukeuh" dengan pendiriannya. Mengingatkan saya pada sosok Presiden I RI, Ir, Soekarno, meski mendapat banyak rongrongan dan kritik tajam tetap maju dengan proyek mercusuarnya. 

Kini kita baru merasakan bahwa yang dilakukan oleh Presiden RI tersebut ternyata memang betul, di mana dalam satu wawancara dengan wartawan Amerika, Cindy Adam di senjakala kekuasaannya. Presiden Soekarno mempunyai visi untuk membangun mental rakyat Indonesia yang baru merdeka supaya tidak inferior dengan bangsa, gampangnya membangun jiwa nasionalisme rakyat Indonesia. Untuk merepresentasikannya, Ir. Soekarno membangun berbagai proyek fisik yang sampai sekarang bisa kita banggakan, seperti tugu Monas, Hotel Indonesia, Fly over Semanggi, dll.. 

Pada masanya, Ir. Soekarno banyak mendapat sindiran, kritik, dan sikap skeptisme dari oposisi atau tokoh-tokoh yang berseberangan dengan gagasan Ir. Soekarno. Bila ditelaah, para pengkritik tersebut benar bila dikomparasikan dengan realitas kehidupan ekonomi rakyat yang cukup sulit untuk bertahan hidup, pada sisi lain rakyat kecil juga memerlukan sesuatu dalam jiwanya untuk bertahan menghadapi realitas kehidupan yang tidak bersahabat. 

Ir, Soekarno berhasil mengisi relung-relung jiwa hampa rakyat Indonesia yang ketika itu miskin secara ekonomis, tapi tegar secara kejiwaan, bangga menjadi rakyat Indonesia, sebuah negara baru yang baru lepas dari kolonialisme Belanda. Rezim kolonialisme telah merusak kejiwaan dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, yang paling nyata adalah mental sebagai 'babu" atau "jongos", mental asal bapak senang, rasa minder akibat rezim kolonial selama puluhan tahun menekan emosi kejiwaan bangsa Indonesia. 

Rupanya persoalan dilihat Soekarno akan menghambat kemajuan bangsa Indonesia, mental dan budaya warisan kolonial harus dihancurkan, salah caranya adalah membangun kebanggaan sebagai bangsa yang memiliki aset fisik sebagai simbol yang nyata kebanggaan itu.

Pada era Jokowi, persoalan mentalitas bangsa juga ada tapi dengan dimensi lain, di mana para birokrat dan komprador sudah selama puluhan mengapitalisasi aset dan keuangan negara untuk kepentingan golongan dan kroni sendiri sehingga rakyat yang menjadi tuan yang seharusnya dilayani diabaikan. 

Praktek paling nyata mentalitas itu adalah budaya Kolusi, Korupsi, Nepotisme, slogan yang pada awal reformasi dikumandang bertalu-talu seperti slogan Tritura yang menjatuhkan rezim Soekarno. Dasar pemikiran para pengkritik Jokowi - JK hampir sama dengan para pengkritik Presiden Ri I, yaitu kondisi ekonomi rakyat yang payah, perlu dibenahi segera, bukan membangunan sarana-sarana fisik yang tidak dapat dinikmati langsung oleh rakyat, mungkin kebijakan populis seperti BLT di era sebelumnya yang harus dilakukan oelh Jokowi - JK. Sedangkan kondisi keuangan negara pun saat ini juga dalam keadaan yang kurang baik, pajak dan minyak sebagai tulang punggung pemasukan negara belum mampu membiayai proyek-proyek infrastruktur. 

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek itu melalui program Tax Amnesty, Penjualan Obligasi dan instrumen-instrumen lain guna meraup dana masuk ke kas negara. Kondisi ini mengkhawatirkan, bila persoalan pembiayaan infrastruktur tidak berjalan sesuai harapan, bukan tidak mungkin mega-mega proyek infrastruktur akan mangkrak di akhir era pemerintah Jokowi-JK.

Hal ini menjadi bumerang pada periode ke-2 pencalonan Jokowi, meski saat ini partai-partai besar sudah 'dedicated" terhadap Jokowi, loyalitas mereka bisa berubah bila rakyat bisa terhasut oleh pengkritik Jokow - JK yang didukung oleh Barisan Sakit Hati, seperti mantan presiden, tokoh reformasi yang selalu gagal meraih ambisinya, kompetitor Jokowi di Pilpres RI kemarin. Semoga tim Jokowi yang terdiri dari orang-orang mumpuni tidak terjebak kondisi status quo dukungan penuh Jokowi - JK saat ini, sebenarnya bisa meninabobokan. Selamat Berjuang, Rakyat yang menjadi hakim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline