Lihat ke Halaman Asli

Sigit Budi

TERVERIFIKASI

Content Creator

Kompromi Jokowi dengan Lembaga Keuangan Internasional

Diperbarui: 27 Juli 2016   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sri Mulyani. (thejakartapost)

Pergantian dan pergeseran jajaran menteri menorehkan catatan kecil, yaitu kembalinya Sri Mulyani ke Lapangan Banteng. Pada masa SBY, dosen UI ini pernah tergeser ke luar negeri konon akibat perseteruan dengan ARB. Kini, ibu cerdas ini kembali memangku jabatan menteri keuangan di kabinet. Entah usulan siapa, jelas kinerja dan pertumbuhan ekonomi kurang bagus sehingga Presiden perlu sosok yang mampu mengontrolkan anggaran dan menggaet uluran bantuan Internasional, entah dari Bank Dunia atau IMF. 

Kinerja ekonomi Indonesia yang cenderung stagnan, di sisi lain program pembangunan infrastruktur besar-besaran menyedot dana cukup besar, dan tidak mungkin semua tertutupi oleh APBN. Indonesia mengalami krisis keuangan pascapemerintahan SBY, di mana subsidi BBM besar-besar semasa dua perionde menyedot sumber daya keuangan negara sehingga infrakstruktur menjadi terbengkalai. Presiden Jokowi berusaha membalik kondisi ini dengan mencabut subsidi BBM dan mengalihkan ke pembiayaan infrastruktur dan jaring pengaman sosial, tapi nyata tidak mudah. 

Beberapa paket ekonomi telah diluncurkan, mulai pemangkasan perizinan investasi sampai keringanan pajak, terakhir paket "Tax Amnesty", namun belum juga mengangkat pertumbuhan ekonomi nasional secara signifikan. Jalur realistis akhirnya ditempuh Jokowi mau tidak mau, secara langsung dan tidak langsung berusaha mencari dana pinjaman soft loan atau hard loan dari lembaga keuangan internasional. 

Pembuktian ini tinggal menunggu waktu. Penempatan sosok Sri Mulyani menjadi awal langkah Jokowi untuk mencari dana pembiayaan infrastruktur yang sangat besar, dan sulit didapatkan dari modal dalam negeri. Saat ini meski Jokowi juga banyak menarik investasi dari Negeri Tirai Bambu, Jokowi berhitung realistis, tidak bisa menggantung sumber pembiyaan infrastruktur dari negeri Cina. Meski Cina kabarnya menawarkan paket peminjaman yang ringan dan jangka panjang, perhitungan matematika politik akan sangat rentan bila terjadi kegaduhan yang menyangkut proyek infraktruktur yang dibiayai oleh Cina. Hubungan Cina dan Indonesia meski sudah membaik dibandingkan masa lampau, stigma-stigma hubungan Cina - Indonesia masih rawan menjadi sasaran tembak pada Pilpres 2019.

Keberadaan Sri Mulyani akan menjadi penyeimbang ketergantungan sumber dana dari luar negeri. Diharapkan menteri keuangan yang baru ini bisa menarik investasi dari negara-negara Eropa dan lembaga keuangan internasional. Belajar dari krisis keuangan sebelum reformasi, ketergantungan sepenuhnya dari lembaga donor membuat posisi Indonesia terjepit dan kontrol langsung dan tak langsung kebijakan dalam negeri menyulitkan posisi Indonesia. Dalam hal ini, Jokowi cukup cerdas dalam memperhitungkan dalam jangka panjang, agar kebijakan ekonominya yang menitikberatkan pembangunan infrastruktur tidak menjadi bumerang pada masa mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline