Kehadiran smartphone dan pertumbuhannya pengguna yang cukup pesat dan sangat pesat karena makin murahnya jenis alamat komunikasi ini, terutama sejak produsen dari negeri Tirai Bambu ikut bermain di bisnis ini. Bila tadinya produsen asal Eropa mendominasi pasar Hp, kini produsen asal Asia, yaitu negeri Ginseng menguasai pasar dunia. Meski dominasi di peringkat pertama masih belum stabil, produsen asal Amerika kadang menduduki peringkat pertama, semua tergantung dengan inovasi yang diluncurkan, apakah diminati oleh konsumen atau dijauhi. Yang jelah secara kemampuan, negara Asia tidak kalah dalam penguasaan tehnologi, dan pasar untuk smartphone cenderung terus meningkat di Asia dibandingkan di Amerika dan Eropa. Salah satu sebabnya adalah orang Asia, dalam hal ini orang Indonesia yang sangat rajin berganti handphone, apalagi bila ada produk - produk baru.
Lalu apa relevansinya dengan pembukaan lapangan kerja baru? Asia adalah sebuah ceruk pasar besar bagi smarthphone, setidaknya ada 3 negara Asia yang memiliki jumlah populasi yang fantastis, yaitu India, Cina dan Indonesia. Kedua negara yang disebutkan sudah terkenal dengan komitmen swadesi (lebih banggga memakai produksi dalam negeri), dibandingkan penduduk negara kita yang lebih suka menggunakan produk manca negara. Penulis belum menemukan bagai perilaku penduduk kedua negara tersebut, yang penulis amati adalah perilaku pengguna smartphone di tanah air.
Sejak kehadiran Blackberry animo masyarakat Indonesia sangat besar, bahkan produsen Blackberry menganggap Indonesia adalah pasar yang potensial, sedang untuk media sosial Indonesia juga menempati 5 besar dengan jumlah pengguna Facebook dan Twitter terbesar. Maka tidak heran bila trending topics di Twitter sering muncul dari Indonesia. Wow.. sungguh fanstastis negeri ini, sayang kita hanya dikenal obyek pasar oleh produsen tehnologi dari luar.
Padahal Indonesia menyimpan potensi besar sebagai negara adidaya di bidang tehnologi komunikasi, secara kasat mata jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 150 juta, atau kurang lebih 200 juta adalah sebuah pasar yang empuk bagi penjualan smartphone dan jasa tehnologi seperti jual beli online, dan jasa lainnya. Selain pertumbuhan dari pengguna smartphone dan Handphone sudah diatas 50 juta nomor, potensi ini begitu cepat dilirik oleh bank pemerintah dengan kebijakan rekening virtual berbasis nomor ponsel. Pendiri Facebook pun melirik potensi ini, secara serius beberapa kali Mark berkunjung ke Indonesia, tidak mungkin seorang pemilik Facebook datang kesini hanya untuk acara sosial, pasti ada agenda besar. Yang jelah sempat terlontar niatnya agar pengguna internet di Indonesia semakin luas dan biaya akses lebih murah. Terbukti Facebook menggandeng salah satu operator seluler di Indonesia dengan program internet.org yang memberikan akses gratis kepada pengguna smartphone dengan kartu itu ke beberapa situs termasuk Facebook.
Yang menarik, beberapa waktu lalu petinggi Samsung ditanya oleh wartawan apakah ada niat Samsung untuk memproduksi smartphone itu di Indonesia dengan kandungan lokal Indonesia, dalam berita itu dilaporkan kalau petinggi Samsung sangat ingin memproduksi Samsung di Indonesia dengan kandungan lokal, tapi dia juga mengatakan apakah konsumen Indonesia bisa menerimanya? Hal sebaliknya ketika Presiden Jokowi dalam suatu acara mempromosikan sebuah produk ponsel produksi lokal langsung mendapatkan reaksi negatif, menurut penulis apa yang dilakukan Presiden Jokowi itu benar, mendorong penggunaan produk ponsel dalam negeri. Nasib produk ponsel nasional akan seperti nasib mobil nasional dan motor nasional yang sampai sekarang tidak jelas nasibnya, di sisi lain produk otomotif dari luar makin membanjiri jalanan di Indonesia.
Penulis sempat berpikir, sebegitunya konsumen Indonesia, merasa lebih gengsi dan bangga mengguna produk luar dari pada produk dalam negeri. Tapi fenomena ini bukan luar biasa, hampir semua produk luar sangat diminati oleh konsumen kita. Seandainya budaya masyarakat kita bisa terkikis, bukan tidak mungkin industri kita akan lebih kuat karena ditopang oleh konsumen lokal juga, termasuk smartphone yang sangat digilai oleh orang Indonesia yang sangat rajin chatting, telpon, dan mudah bosan dengan suatu produk smartphone. Lapangan kerja di lndustri ini sekarang lebih bersifat support produk, seperti jasa service hp / tablet, install software, jasa kurir pengiriman produk hp/tablet, dll yang skala nya masih kecil. Coba dibayangkan apabila 70 persen smartphone di kuasai oleh produk lokal, beberapa juta orang yang akan bekerja, baik di industri utama maupun pendukungnya. Kita tidak bisa menyalahkan pemerintah, niat itu harus datang dari bawah, masyarakat sendiri dengan membangun budaya mencintai produk sendiri. Penulis yakin hal ini menjadi kekuatan ekonomi dasyat yang menimbulkan kengerian negeri Ginseng maupun Tirai Bambu yang mendominasi pasar lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H