Banyak sekolah atau guru, bahkan penerbit sepertinya salah memahami mengenai apa itu pelajaran IPAS di Sekolah Dasar.
Sekolah Dasar yang menerapkan Kurikulum Merdeka tidak lagi ada mata pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial) secara terpisah, melainkan digabungkan menjadi IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial). Ibarat makanan, yang semula kita makan sate dan soto, sekarang jadi makan sate di dalam kuah soto atau makan soto yang campurannya itu daging sate. Keduanya dicampur dalam satu resep makanan. Demikianlah IPAS, keduanya dicampur dalam satu Capaian Pembelajaran (CP).
Sayangnya, banyak yang salah mengerti. Kalau tadi diibaratkan makan soto dicampur sate, yang terjadi adalah makan sotonya separo saja, lalu setelah itu makan sate separo lagi. Artinya, semester satu belajar IPA dan semester dua belajar IPS. Hal itulah salah kaprah yang terjadi. IPA yang semula sekitar 7 Bab dipotong jadi 4 Bab saja ditambahkan 4 Bab dari potongan pelajaran IPS. Artinya, tidak ada percampuran atau perpaduan ilmu pengetahuan di dalamnya.
Kemdikbud sudah sangat jelas dalam menguraikan bahwa IPAS adalah, "Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang makhluk hidup dan benda mati di alam semesta serta interaksinya, dan mengkaji kehidupan manusia sebagai individu sekaligus sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan lingkungannya." (Kemdikbud diakses 27 Juli 2023). Jadi, jika buku teksnya masih memisahkan antara pelajaran IPA dan IPS, maka buku tersebut sangat berbeda dengan apa yang dimaksud oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan.
Jadi apa yang sebaiknya dilakukan oleh para guru?
Jika sekolah atau para guru mendapati buku pelajarannya masih memisahkan IPA dan IPS, maka guru seyogyanya merekayasa pembelajaran agar siswa tidak hanya membahas dari sudut pandang IPA atau IPS saja. Salah satu caranya adalah dengan mengombinasikan bab-bab di dalam buku, jangan hanya mengikuti buku teks. Cara lain adalah menambahkan materi ajar lain untuk mengintegrasikan ilmu IPS di dalam IPA atau sebaliknya.
Memang hal semacam itu tidak mudah dilakukan, apalagi bila guru belum memiliki banyak pengalaman. Namun, hal itu patut untuk dicoba. Intinya adalah bahwa guru membawa anak-anak untuk mengalami pembelajaran yang menyenangkan, saat belajar tentang alam, mereka merefleksikan pengaruhnya terhadap kehidupan mereka, teman-teman, keluarga, atau lingkungan sosialnya. Alam itu mempengaruhi kebudayaan dan cara hidup manusia. Kira-kira seperti itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H