[caption caption="Sumber Photo|Kompas.com"][/caption]
Sebanyak 18 orang tewas akibat tabrakan antara Metro Mini B80 jurusan Kota-Kalideres bernomor polisi B 7760 FD dengan KRLcommuter line di pelintasan kawasan Tubagus Angke, Minggu sekitar pukul 08.45 WIB. Saksi mengatakan, sopir Metro Mini menerobos celah pintu pelintasan kereta meski penanda telah berbunyi bahwa kereta akan melintas. Kebutuhan akan moda transportasi murah berujung pada maut. Arogansi manajemen yang menaungi Metro Mini berimbas kepada para sopir. Setoran yang tinggi, lemahnya pengawasan kepada para sopir membuat nama Metro Mini hancur dengan sendirinya.
Duka mendalam kembali dirasakan, khususnya keluarga korban tragedi kecelakaan KRL Commuter Line dengan Metro Mini. Bukan kali ini saja kejadian yang merenggut korban jiwa akibat ulah sopir Metro Mini yang tidak bertanggung jawab. Di tahun 2015 saja sudah ada tiga kasus kejadian kecelakaan. Sampai saat ini yang sudah dilakukan Dishub DKI adalah dengan mencabut izin trayek bus Metro Mini B80 jurusan Kalideres-Jembatan Lima serta melakukan razia kelengkapan surat-surat kendaraan.
Koh Ahok sendiri sudah menggungkapkan wacananya jika memiliki izin akan menenggelamkan Metro Mini yang sudah tidak layak ke dasar laut. Ide tersebut patut mendapatkan dukungan karena terbukti Metro Mini yang sudah dicabut izinnya karena sudah tidak laik jalan tetap saja masih berseliweran di tengah Ibu Kota Jakarta. Mencontoh aksi Menteri Kelautan Pudjiastuti, menenggelamkan kapal yang melanggar aturan perairan Indonesia. Sampai kapan masalah tersebut bisa diselesaikan karena pada dasarnya banyak menyangkut hajat hidup orang banyak, dalam hal ini manajemen dan para sopir tentunya.
Mencabut trayek bukan solusi untuk menghindari kecelakaan. Metro Mini hanya alat angkut sewa atau penumpang. Jika izinnya dicabut, kemudian dapat menghilangkan kasus demi kasus kecelakaan berarti tindakan yang dilakukan Dishub DKI sudah tepat. Kalau Metero Mininya laik jalan dan digunakan untuk mengangkut penumpang tentu hal ini sah saja, tapi jika Metro Mini tersebut tidak laik jalan membawa penumpang karena usia kendaraan yang sudah tua dan reot ya memang wajib dikandangkan agar tidak terajadi hal yang tidak diinginkan karena membahayakan penumpang. Sudah jelas tidak lulus uji KIR dan sudah dikandangkan tapi tetep nekat aja beroperasi.
Siapa yang salah dalam hal ini
Kehadiran Metro Mini sebagai angkutan dengan tarif murah, pasti akan banyak diburu oleh masyarakat khususnya yang tinggal di daerah Ibu Kota. Masih kurangnya angkutan nyaman membuat masyarakat tidak punya pilihan lain. Kalau mau menyalahkan angkutan serbamurah ini sih silakan saja, tapi untuk masyarakat menengah ke bawah, angkutan satu ini banyak menolong mereka. Untuk Metro Mini yang masih laik jalan ya beroperasi saja secara normal, Jika sudah tidak lulus uji kelayakan ya harus ikhlas dikandangkan atau ditenggelamkan. Kenapa harus ditengelamkan? Kalau nggak begitu bakal melenggang lagi di jalanan Ibu Kota, kita nggak tau dari mana mereka mendapatkan izin beroperasi.
Memang faktanya pengemudi Metro Mini di mana-mana selalu ugal-ugalan. Seharusnya ini yang harus serius diperhatikan oleh pemerintah. Biang macet ya Metro Mini, nyerobot jalan dan suka masuk jalur Busway. Yang berani ya sopirnya, mereka merasa kebiasaan tersebut sudah menjadi karakter tersendiri. Jadi yang perlu dibina menurut saya para sopir ini yang sudah kelewat batas. Mereka tidak mau memikirkan keselamatan penumpang, yang di kepala mereka hanya mendapat setoran dan setoran. Ditambah buruknya manajemen yang menaungi mereka, informasinya sudah lama terjadi perang urat syaraf di tubuh manajemen Metro Mini sendiri.
Seperti yang dilansir Kompas.com, "Menurut Jonan, peningkatan kedisiplinan pengemudi Metro Mini dapat dilakukan dengan pemeriksaan surat izin mengemudi oleh aparat gabungan. Selain itu, pemeriksaan secara berkala diperlukan terhadap kesehatan pengemudi dan kelayakan kendaraan." Kalau pendapat saya, kurang tepat jika hanya melakukan razia kelengkapan surat-surat dan kondisi kesehatan si sopir. Kenyataan di lapangan yang memiliki SIM saja sama kelakuannya dengan yang tidak memiliki SIM. Yang menerobos palang pintu kereta api bukan hanya Metro Mini, sepeda motor, angkot sampai mobil pribadi juga melakukannya.
Jadi siapa yang patut disalahkan dalam hal ini? Mereka para sopir Metro Mini punya atasan, ada manajemen yang menaungi, dan merekalah yang seharusnya dimintai pertanggungjawaban atas kejadian-kejadian yang menyangkut perilaku para sopir Metro Mini tersebut. Manajemennya saja tidak jelas alias amburadul, jadi bagaimana dengan para pekerjanya. Siapa yang mengontrol para sopir Metro Mini itu? Armada yang lain bisa kok tertib di jalan, jadi sudah jelas siapa yang perlu dimintai pertanggungjawaban. Akar masalah sudah terang ada pada manajemen PT Metro Mini sehingga berimbas pada kesejahteraan para sopir. Dan lagi-lagi kejadian kecelakaan kemarin disebabkan oleh kelalaian sopir, kasusnya dihentikan karena sang sopir meninggal dalam kecelakaan tersebut. Yang dikejar hanya sopir terus tanpa pernah menyentuh manajemen yang menaunginya. Kalaupun dilakukan tindakan, paling sebatas razia kelengkapan surat-surat kendaraan.
Perlunya pembinaan keselamatan dalam berkendara