Perisai itu mulai rapuh.
Retakan mulai nampak di sana-sini.
Sedikit lagi guncangan keras menerpa.
Hancurlah perisai itu berantakan.
Perisai sejatinya menjadi tameng pelindung bagi pemiliknya.
Menangkal ancaman yang setiap saat bisa mengancam nyawa pemiliknya.
Tapi apa jadinya, ketika perisai yang sejatinya menjadi tameng itu akhirnya hancur berantakan karena kian rapuh termakan senja usia.
Ya. Begitulah ketika aku mulai mendapati tanda-tanda sandyakala sebuah negeri yang tak ubahnya seperti perisai rapuh itu.
Ya. Ternyata negeri itu sudah mulai rapuh dan terlihat renta.
Bagaimana tidak.
Aku melihat banyak para pemimpin negeri yang seharusnya menjadi perisai bagi rakyatnya malah berubah menjadi iblis pemangsa rakyatnya sendiri.
Para pemimpinnya banyak yang korupsi.
Para pemimipinnya banyak makan keharaman.
Hukum dapat dibeli.
Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Perut rakyat semakin tercekik kelaparan, tapi para pemimpinnya semakin tambun kekenyangan.
Duhai perisai rapuh.
Sejatinya akan kembali kuat bila retakan-retakan itu dijahit.
Duhai negeri yang sedang rapuh.
Sejatinya belum terlambat bila pemimpin negerinya kembali nurani menjadi perisai rakyatnya.
Balikpapan, 13 November 2022
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H