Pemerintah Indonesia kabarnya akan segera meluncurkan Super App atau aplikasi super sebagai satu aplikasi yang mengintegrasikan semua layanan dalam 1 sistem.
Bahkan Soal Super App ini pun, Menkominfo Johnny G. Plate menyatakan, akan mematikan sejumlah kurang lebih 24.000 aplikasi yang dibuat oleh berbagai kementerian dan lembaga di Indonesia, untuk diintegrasikan ke dalam 1 sistem Super App tersebut.
Wow, 24.000 aplikasi! Astaga, Buanyak buangeet ya ternyata!
Ya, begitulah keterkejutan penulis, jujur saja, penulis baru mengetahuinya, bahwa ternyata selama ini di negara kita ada 24.000 aplikasi yang otoritasnya dipegang oleh pemerintah.
Buset dah, kok bisa ya sampai sebegitu banyaknya, dan untuk apa-apa saja ya aplikasi sebanyak itu, terpakai semua kah, tersosialisasikan semua kah, penting semua kah? Entahlah, jadi mumet sendiri memikirkannya.
Padahal, biaya pembuatannya hingga maintanance-nya tentu tidaklah sedikit, pasti mahal banget itu, apalagi kalau ternyata aplikasinya lebih banyak yang engga aktif atau enggak terpakai, jelas banget kan enggak efektif dan efisien. Biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan jadi mubazir, terbuang percuma, alias pemborosan anggaran keuangan negara.
Kemudian juga, soal realita penggunaannya atau penerapannya berbagai aplikasi ini kepada masyarakat, karena mentang-mentang pemerintah sebagai pemegang otoritas kebijakannya, justru jadi senjata legitimasi pemerintah memaksa masyarakat untuk menggunakan atau mengunduh aplikasi tersebut.
Karena, kalau masyarakat menolak atau enggan menuruti kebijakan menggunakan aplikasi pemerintah tersebut, maka akan ada sejumlah konsekuensi sanksi atau malah sejenis bentuk ancaman, bahwa akan ada punishment yang mempersulit urusan masyarakat, sehingga mau tidak mau, dengan secara terpaksa masyarakat akhirnya harus menurutinya.
Bahkan juga, pemaksaan penggunaan aplikasi milik pemerintah ini seringkali tidak dibarengi dengan sosialisasi dan edukasi yang masif kepada masyarakat, dan tidak mempertimbangkan faktor kemampuan ekonomis masyarakat.
Nah, sadarkah kita, bahwa selama ini kebijakan pemerintah soal penggunaan aplikasi milik pemerintah ini, ternyata pemerintah bersikap otoritarian kepada kita, ada pemaksaan kehendak terhadap kita?