Mega proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dengan dana investasi trilyunan rupiah pastinya akan segera bergerak menyambangi Penajam Paser Utara (PPU) dan Kutai Kartanegara (Kukar). Dengan mengusung konsep smart and green city. Kedua wilayah ini nantinya akan segera menjadi kawasan moderen.
Tentunya, lahan-lahan di IKN sudah mulai dipetakan atau dikavling-kavling sedemikian rupa, begitu juga berbagai infrastruktur seperti bangunan/gedung bertingkat, perumahan, jalan, moda transportasi dan lain sebagainya akan segera dibangun dan berdiri di IKN yang baru.
Bukan maksud secara dini memprediksi, karena sejatinya memang sudah dapatlah tertebak siapa-siapa sajakah ataupun pihak-pihak mana sajakah kedepan yang akan memiliki peran dalam membangun dan mengelola berbagai mega proyek tersebut dan juga bagaimana jalannya pengelolaan pemerintah di IKN ini kedepannya.
Seperti yang diketahui terkait sistem pemerintahan wilayah IKN ini kedepannya akan berbentuk Otorita yang di pimpin oleh pejabat negara setingkat menteri atau sebagai Kepala Badan Otorita IKN yang nantinya seseuai kewenangannya akan diangkat oleh Presiden RI Ir. H. Joko Widodo (Jokowi).
Wilayah IKN dan wilayah penyangga IKN juga akan menjadi wilayah urban, yaitu akan ada kedatangan eksodus masyarakat baik dari pegawai pemerintah maupun swasta ataupun masyarakat lainnya maka masyarakat lokal ataupun masyarakat adat akan segera melihat dan menerima kenyataan bahwa kampung halaman mereka akan segera ramai dan berkembang karena bakal dipenuhi jutaan orang pendatang dari luar wilayah PPU dan Kukar.
Yang jelas kaitannya dengan ini, bila adanya rasa kekhawatiran kalau nantinya masyarakat adat ataupun masyarakat lokal jadi terpinggirkan setelah wilayahnya jadi Ibu Kota Negara adalah hal yang wajar dan lumrah bila diungkapkan dan jadi pembahasan, serta jadi bahan pertimbangan.
Apalagi bila berkaitan dengan karakter masyarakat lokal, masyarakat adat, tradisi, budaya dan kearifan lokal lainnya diwilayah IKN dan sekitarnya. Sehingga sangatlah menjadi penting dan perlu bila menyoal masyarakat adat di IKN, agar kedepannya tidak menjadi permasalahan dibelakang hari.
Karena yang pasti, hubungan interaksi antara pemerintah dengan masyarakat lokal dan masyarakat adat serta antara masyarakat lokal dan masyarakat adat dengan masyarakat pendatang akan saling bersinggungan antara satu sama lainnya dan tentu dalam hal ini, potensi rawan terjadinya gesekan sosial tetap memiliki peluang muncul dibelakang hari kalau tidak dicermati dan jadi perhatian.
Berkaitan juga bagaimana tentang pemberlakuan hukum adat yang tentunya masih menjadi bagian dari kearifan lokal wilayah IKN yang masih lestari, maka sesuai aturan Undang-undang tentang Hak Masyarakat Adat pada Pasal 18B yang menyatakan bahwa, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sehingga berkaitan dengan masyarakat adat memang harus perlu jadi perhatian pemerintah agar dikemudian hari tidak menjadi masalah karena sengketa ataupun konflik.
Sejarah pernah membuktikan bahwa di Indonesia pernah pecah konflik yang berkaitan dengan SARA, dan memang tidak dipungkiri dengan keaneka ragaman suku beserta tradisi budaya dan kearifan lokal masing-masing merupakan isu yang paling sensitif dan mudah untuk berpotensi menjadi konflik.