Diumumkannya nama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok beserta beberapa nama lainnya, untuk didapuk jadi pimipinan Kepala Badan Otorita IKN santer dibahas oleh khalayak publik.
Dari beberapa nama tersebut, Ahok terlihat yang paling begitu disorot oleh publik, ada yang pro, ada juga yang kontra terhadap Ahok.
Seperti diketahui, jabatan Kepala Badan Otorita IKN adalah jabatan setingkat Menteri atau masuk dalam kategori sebagai pejabat negara.
Padahal kalau boleh ditengok berdasarkan Undang-undang yang berlaku mengatur soal pejabat negara, sebenarnya Ahok tidak bisa menjabat sebagai pejabat negara setingkat Menteri.
Sesuai Pasal 22 Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara bahwa menteri tidak boleh dipidana penjara karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Lebih jelasnya bisa dilihat senagai berikut:
1. Menteri diangkat oleh Presiden.
2. Untuk dapat diangkat menjadi Menteri, seseorang harus memenuhi persyaratan:
a.Warga Negara Indonesia;
b.Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita proklamasi kemerdekaan;
d.Sehat jasmani dan rohani;
e.Memiliki integritas dan kepribadian yang baik; dan
f.Tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Ya, sesuai fakta diatas, Ahok yang juga mantan Gubernur DKI Jakarta serta sekarang menjabat sebagai Komut Pertamina adalah eks Napi atas kasus penistaan agama yang pernah menjeratnya pada tahun 2016 yang silam
Seusai berkas, pasal yang pernah disangkakan dalam kasus penistaan agama tersebut, Ahok pernah diancam dua dakwaan alternatif yakni Pasal 156 dan 156A UU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam KUHP, Pasal 156 berbunyi: Barang siapa di muka umum menyatakan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangasaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sedangkan Pasal 156a berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun, barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan.
a. Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
b. Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.