Lihat ke Halaman Asli

Sigit Eka Pribadi

TERVERIFIKASI

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

Puisi | Tempa

Diperbarui: 27 Desember 2019   07:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar | Dokumen steemit.com

Kalau hidupmu susah, hatimu sedih dan kecewa, jiwamu gundah gulana, benakmu risau, kembalilah ke dirimu.
Apakah arti keluh kesahmu?
Apakah hanya untuk diratapi?

Hidup tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi meski berpeluh dengan jerih payah, diantara getir dan manis tempaan demi tempaan.

Ajar guru bijak berkata, teruslah berdoa, teruslah berusaha, teruslah berlatih, meskipun tertatih atau terjengkang sekalipun, maka bangkitlah dan berdirilah, teruslah dan lanjutkanlah kembali.

Tanpa tempa, mustahil bongkahan besi bisa jadi sebilah keris ataupun pedang.
Tanpa tempa, mustahil bongkahan bebatuan bisa jadi intan dan permata.

Detak dan detik waktu terus menggelincir.
Sang fajar perlahan mulai menyingsing.
Sang surya lambat laun kian kemilau.
Sinarnya menembus rerimbunnya dedaunan.
Semesta menyambut dengan penuh ketakjuban.

Ajar guru bijak berkata, sudah waktunya menempa, maka mulailah menempa, tempalah hidup dengan penuh ajar hati dan nurani.

Sigit Eka Pribadi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline