Kebaikan dan keburukan politik kerap diimplikasikan dengan reputasi para politisi yang berkecimpung didalamnya.
Banyak politisi yang mencalonkan diri jadi calon-calon wakil rakyat ketika sudah menjabat, ternyata seiring waktu berjalan malah terbius karena godaan jabatan dan kekuasaan.
Bahkan banyak fakta menunjukan, para politisi akhirnya malah menjelma menjadi koruptor atau tersangkut korupsi.
Padahal diharapkan para politisi tersebut memiliki integritas dalam melawan korupsi, tapi karena ada juga yang tidak kuat karena godaan kekuasaan dan jabatan justru malah bertindak sebaliknya.
Alhasil, jabatan birokrasi hingga saat ini selalu jadi terkonotasi secara negatif dengan tujuan politisi untuk berkuasa semata dan menjadi ladang korupsi belaka, apalagi bila sudah tergabung dengan birokrat-birokrat lainnya yang juga terlibat didalam jabatan birokrasi.
Politik yang berlaku sekarang di Indonesia selama ini masih banyak dimaknai sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kekuasaan saja.
Maka tidak heran jika perilaku politik yang di jalankan adalah meng "halal" kan segala cara untuk merebut, menggunakan dan mempertahankan kekuasaan. Politik hanya dijadikan motif menuju kekuasaan, atau seni meraih kekuasaan belaka.
Persepsi umum bahwa politik adalah tentang usaha usaha untuk memperoleh kekuasaan, meniscayakan selalu lahirnya pihak pemenang dan pihak pecundang.
Tentunya ketika sudah ada pemenang dan pecundang maka yang berlaku adalah pihak yang berkuasa akan bekerja sekeras-kerasnya untuk mempertahankannya, sedangkan pihak yang kalah akan menggunakan seluruh energi dan cara menentang pihak yang berkuasa.
Pihak yang kalah akan terus berupaya, untuk membangun dukungan agar dapat mengambil kekuasaan dari yang berkuasa.
Politik karena kekuasaan merupakan sebuah kesalahan sistem politik yang sudah mengakar lama di Indonesia sehingga politik sekarang ini terkesan minim etika atau kurang memiliki etika lagi di dalamnya.