Lihat ke Halaman Asli

Sigit Eka Pribadi

TERVERIFIKASI

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

Mengapa Kebiasaan Jadi Budaya dan Gaya Hidup

Diperbarui: 12 Juni 2019   12:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar | Pixabay.com


"Kok pengajuan konsep proposalnya begini, padahalkan sudah ada koreksian saya yang kemarin, itukan sudah sesuai aturan yang terbaru, kok ini masih sama seperti dulu"

"Izin bapak biasanya dulu seperti itu kalau setiap mengajukan proposal"

"Jangan membudayakan yang biasanya, tapi membiasakan yang benar sesuai aturan dan etika konsep penulisan surat"

Sekilas dialog antara seorang atasan dan bawahan diatas adalah contoh paradigma, bahwa kebiasaan seringkali jadi budaya dan gaya hidup. Dan masih banyak hal lain yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari hari mengenai kebiasaan yang jadi budaya dan gaya hidup.

"Biasanya sih dulu seperti itu" menjadi fenomena yang sulit diajak move on dari kebiasaan lama yang tidak sesuai dengan perkembangan peradaban.

Mengapa terkadang hal ini sulit di hilangkan? Ada beberapa faktor penyebab yaitu,

Zona Nyaman.
Perubahan hal baru dalam suatu lingkup mengenai aturan baru, masih dianggap merepotkan bagi mereka yang sudah terbiasa dengan kebiasaan lama.

Sehingga ada pengaruh psikologis tidak ingin menerima perubahan baru, karena merepotkan dan terkesan menambah beban. Padahal menurut mereka perubahan tersebut tidak jauh beda dengan kebiasaan lama.

Jadi mereka tetap merasa nyaman dengan kebiasaan lama yang dulu mereka rasakan, padahal sejatinya perubahan itu adalah untuk arah yang lebih baik lagi.

Skeptis.
Adanya anggapan perubahan disuatu lingkup tidak akan merubah apapun, karena terkesan begitu begitu saja, tidak ada pengaruh signifikan, sehingga tidak pernah percaya bahwa adanya perubahan arah baru akan menuju ke arah yang lebih baik.

Bahkan mereka yang skeptis ini merasa pesimis bahwa hal baru tersebut akan membawa kemajuan, adanya pikiran kepercumaan dan buang buang waktu dan tenaga, karena tidak ada gunanya melakukan perubahan kalau akhirnya nanti sama saja.

Apatis
Adanya perubahan dalam suatu lingkup tidak dianggap sama sekali, tidak perduli dan acuh tak acuh, walaupun sudah mengetahui adanya hal baru namun karena sikap egosentris membuat perubahan baru seolah tidak diketahui.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline